LINGKAR KEDIRI – Myanmar sampai saat ini masih dilanda krisis politik pasca kudeta yang dilakukan oleh militer pada Februari lalu.
Pihak militer pimpinan Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan politik secara paksa setelah menuduh pemerintah yang sah telah melakukan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu yang menunjukkan pihak militer kalah telak.
Kudeta militer tersebut mendapatkan protes keras dari seluruh lapisan masyarakat Myanmar yang langsung merespons dengan melakukan demonstrasi di seluruh wilayah Myanmar.
Baca Juga: Hadiri ASEAN Leaders’ Meeting, Presiden Jokowi Tegaskan Kekerasan di Myanmar Harus Dihentikan
Aksi-aksi demonstrasi rakyat Myanmar tersebut ternyata mendapat tindakan keras dari junta militer dengan melakukan penangkapan dan penembakkan terhadap demonstran.
Tercatat sedikitnya 849 orang meninggal dan 5.800 warga lainnya ditahan akibat tindakan represif junta militer yang disinyalir untuk membungkam rakyat yang tidak setuju dengan pemerintah junta militer.
Kudeta militer yang saat ini telah memasuki bulan kelima, ternyata tidak membuat suasana dalam negeri Myanmar semakin membaik.
Pasalnya, beberapa kelompok masyarakat serta kelompok etnis bersenjata semakin gencar melakukan perlawanan sehingga mengakibatkan bentrok dengan pasukan junta militer di beberapa wilayah.
Baca Juga: Presiden Jokowi Bahas Isu Kesehatan Hingga Perkembangan Kondisi Myanmar Saat Bertemu PM Vietnam
Seperti yang terjadi di Negara Bagian Kayah yang menjadi medan perlawanan kelompok sipil bersenjata yang menyebut dirinya sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat Karenni.