“Ada masanya perwayangan boleh digunakan pada waktu itu karena tujuanya untuk dakwah, karena waktu itu orang pada senang dengan wayang”. Ujar Buya Yahya
Ia mengatakan kalau yang harus dipahami mereka para wali yang mencetuskan perwayangan itu, karena wayang itu sudah ada sebetulnya.
Para Wali Songo ini bukan yang menghadirkan wayang, akan tetapi wayang itu yang dirubah.
Baca Juga: Begini Cara Menunda Kehamilan yang Dianjurkan dalam Islam, Simak Penjelasan Buya Yahya
“Sebuah contoh aja, jadi wayang itu dirubah, wali itu berbuat dengan ilmu, dengan kearifan, kebijakan dan seterusnya. Hanya apakah yang dilakukan para wali itu bisa diterapkan pada saat ini, ini permasalahan lain”. Kata Buya Yahya
Ia mengatakan bahwa pada masa itu adalah masalah Hindu, Budha dan kepercayaan kepada Dewa dan Dewi itu menjadi kepercayaan di masyarakat mayoritas Indonesia.
“tapi bagaimana didalam dunia perwayangan kok Dewa masih diadakan. Tapi dewa yang dalam pewayangan islam yang disebutkan itu bukan dewa-dewa yang diyakini oleh agama-agama itu”. Kata Buya Yahya.
Baca Juga: 6 Tanda Anak Cerdas dan Memiliki IQ Tinggi, Senang Bermain Sendiri Salah Satunya
Ia menjelaskan bahwa dewa-dewa itu diganti oleh para Wali Songo dengan seorang tokoh yang sering disebut dengan istilah Punokawan
“Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong kan begitu, la semar itu diagap dari bangsa manusia, tanpa disadari mereka itu ternyata, itu kalau dewa itu kalau ribut tanya nya kepada manusia. Sebetulnya ini dihilangkan supaya tidak mengagungkan yang namanya dewa dewi”. Jelas Buya Yahya