LINGKAR KEDIRI - Beberapa pekan terakhir beredar kabar para ilmuwan memberikan peringatan pada dunia yang akan mengalami kenaikan suhu yang sangat panas.
Diperkirakan suhu tersebut jauh di atas batas suhu normal dalam 5 tahun kedepan.
Organisasi Meteorolog Dunia, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, rata-rata suhu bumi akan mencapai 1,5 derajat Celcius sampai 34,7 derajat Frenheit.
“Kami melihat perubahan iklim yang semakin cepat,” kata Randall Cerveny, seorang ilmuwan iklim dari Arizona State University, dikutip oleh Tim Lingkar Kediri pada 4 Juni 2021, dari artikel yang sebelumnya tanyang di ringtimesbanyuwangi dengan judul "Ilmuwan Peringatkan Suhu Bumi Akan Semakin Panas, Lewati Batas Maksimum".
Para Ilmuwan yang tergabung dalam Organisasi Meteorolog Dunia berharap dengan dampak Covid 19, masyarakat seluruh dunia dapat mengurangi perjalanan dan aktivitas industri untuk menghambat kenaikan suhu bumi
Namun sangat di sayangkan hal yang mereka harapkan tidak sepenuhnya terjadi.
“Kami memiliki beberapa harapan bahwa dengan adanya Covid-19, mungkin perjalanan dan industri dapat sedikit direm. Tapi yang kami lihat, terus terang belum,” jelasnya.
Joeri Rogelj seorang Ilmuwan iklim di Imperial College yang berasal dari London mengungkapkan bahwa bumi akan mengalami pemanasan global.
Yang sangat di sayangkan, saat ini tidak terdapat cara atau solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan suhu bumi tersebut.
“Ini memberi tahu kita sekali lagi bahwa tindakan iklim hingga saat ini sama sekali tidak mencukupi dan emisi perlu segera dikurangi hingga nol untuk pemanasan global,” ujarnya.
Menurut laporan NPR, bumi sudah lebih hangat 1,2 derajat Celcius daripada zaman pra-industri.
Dalam laporan tersebut, 90 persen Dunia akan membuat rekor tahun terpanas, yaitu pada akhir 2025.
Petteri Taalas seorang Sekretaris Jenderal WMO, dunia harus mempercepat komitmen untuk memangkas emisi gas rumah kaca, dan mencapai netralitas karbon.
“Ini adalah peringatan bahwa dunia perlu mempercepat komitmen untuk memangkas emisi gas rumah kaca dan mencapai netralitas karbon,” ujar Taalas dalam laporan NPR.***