Covid-19 Belum Usai, 5 Virus ini Jadi Ancaman Pandemi Dunia, Dari Virus Nipah Hingga Virus Zika

- 10 Juli 2021, 15:48 WIB
Ilustrasi virus Covid-19
Ilustrasi virus Covid-19 /PIXABAY/geralt

LINGKAR KEDIRI - Pandemi yang melanda dunia akibat Virus Corona atau Covid-19 belum usai.

Kendatipun vaksin sudah ditemukan beberapa ahli khawatir dengan adanya pandemi baru yang disebabkan beberapa virus atau penyakit yang menular.

Salah satu ilmuan yakni Jean-Jacques Muyembe Tamfun, ilmuwan yang menemukan Ebola.

Dirinya mengatakan umat manusia saat ini menghadapi ancaman yang lebih mematikan.

Hal demikian didasarkan pada tanda-tanda yang sudah muncul di hutan hujan tropis Afrika.

Baca Juga: Murah dan Tak Butuh Modal Banyak, Berawal dari TikTok Bisa Dapat Cuan di Amerika Serikat

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa COVID-19 hanyalah yang terbaru.

Adapun penyakit lainya seperti demam kuning, berbagai bentuk influenza, rabies, brucellosis, dan penyakit Lyme telah ada sejak lama. Dan, mereka telah menjadi akar penyebab epidemi dan pandemi di masa lalu.

Dilansir dari Businessinsider World Helath Nation (WHO) mengatakan bahwa dunia menunggu untuk terjadinya bencana pandemi yang tak dikenal.

Hal tersebut menjulukinya sebagai penyakit atau virus X.

Menurut Tamfun, seorang wanita yang menunjukkan gejala demam berdarah di kota terpencil di Republik Demokratik Kongo bisa jadi pasien nol untuk 'Penyakit X'.

Dia diuji untuk beberapa penyakit, yang sudah diketahui tetapi dites negatif untuk setiap penyakit.

Hal ini telah memicu kekhawatiran bahwa penyakitnya dapat disebabkan oleh patogen 'tak terduga' yang menyebar secepat Covid-19 tetapi memiliki tingkat kematian yang lebih mematikan antara 50% hingga 90%, setara dengan Ebola.

Untungnya, wanita tersebut telah sembuh, tetapi penyebab penyakitnya masih belum diketahui.

Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi ada beberapa penyakit atau virus menular yang bisa potensial menjadi pandemi setelah Covid-19.

Berikut beberapa penyakit tersebut.

Baca Juga: Kenali Gejalanya, Virus ini Diprediksi Pakar akan Menjadi Kelanjutan Covid-19? Begini Penjelasanya

Virus Nipah

Virus NIPAH adalah sepupu jauh dari virus campak.

Ini pertama kali muncul pada tahun 1998 dan telah sering terlihat sejak di Asia Tenggara.

Gejala virus termasuk sakit kepala yang parah, leher kaku, muntah, pusing dan jatuh koma - semua indikasi pembengkakan otak.

Nipah biasa ditemukan pada kelelawar, khususnya kelelawar buah di Asia Tenggara.

Ini menyebar melalui kontak dekat dengan babi yang terinfeksi dan makanan mentah yang terkontaminasi air kencing atau air liur dari kelelawar yang terinfeksi.

Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui batuk dan bersin.

Namun, perhatian utama adalah apa yang mungkin terjadi jika virus bermutasi, memberikannya kemampuan untuk menyebar dengan cepat.

Wabah terbaru 2018 di Kerala dapat diatasi dengan baik, yang dikaitkan dengan infrastruktur kesehatan negara bagian yang relatif kuat.

Total ada 23 kasus dan 17 kematian.

VIrus ZIKA

Virus ZIKA bukanlah virus paling mematikan di daftar ini.

Biasanya menyebabkan gejala ringan seperti demam, ruam, dan nyeri otot.

Namun, antara 2015 dan 2016, virus tersebut menyebabkan cacat lahir, yang dijuluki sebagai 'sindrom Zika bawaan'.

Risiko keguguran lebih tinggi, dan bayi yang lahir dari wanita hamil yang terinfeksi Zika berisiko mengalami mikrosefali.

Dalam satu tahun tersebut, lebih dari 500.000 kasus ZIKA dilaporkan, mengakibatkan 18 kematian dan 3.700 bayi lahir cacat.

Para ilmuwan juga menemukan bahwa bayi yang lahir sebelumnya tanpa gejala virus ZIKA yang terlihat dapat menunjukkan masalah seperti kehilangan penglihatan pada masa bayi.

Virus ini disebarkan oleh nyamuk Aedes, yang juga menularkan virus dengue dan chikungunya.

Baca Juga: Kejayaan Indonesia Sudah Diprediksi Sejak Jaman Majapahit, Ini Sosok Ratu Adil yang akan Membuat Perubahan

Demam berdarah Krimea-Kongo

Demam berdarah Krimea-Kongo sebagian besar terbatas pada hewan yang menyebar melalui gigitan kutu.

Namun, manusia juga dapat tertular jika bersentuhan dengan hewan terinfeksi yang baru saja disembelih.

Meskipun jarang, telah terjadi penularan dari manusia ke manusia melalui paparan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi.

Awalnya, virus menyebabkan gejala mirip flu.

Beberapa kasus mungkin juga mengalami sensitivitas cahaya atau kekakuan pada leher yang bisa disalahartikan sebagai campak.

Namun, jika tidak terdeteksi secara dini, demam berdarah Krimea-Kongo dapat menyebabkan pendarahan hebat dan tidak terkendali.

Demam berdarah Krimea-Kongo belum menjadi pandemi, tetapi sudah mewabah di banyak negara di Asia, Afrika, dan Balkan, yang merupakan rumah bagi spesies kutu yang menyebarkan penyakit.

Pada 2018, tercatat 483 kasus demam berdarah Krimea-Kongo di Afghanistan dan 59 kematian.

Demam Rift Valley

Seperti demam berdarah Krimea-Kongo, demam Lembah Rift juga dikenal terbatas pada hewan.

Alih-alih kutu, nyamuklah yang membawa penyakit.

Meskipun demikian, manusia tetap dapat tertular jika bersentuhan dengan cairan tubuh - seperti darah atau susu - hewan yang terinfeksi. Atau jika salah satu pembawa nyamuk menggigitnya.

Kabar baiknya, sejauh ini tidak ada kasus penularan dari manusia ke manusia yang dilaporkan.

Ketika manusia terinfeksi, mereka cenderung menunjukkan demam dan nyeri otot pada awalnya.

Saat infeksinya semakin parah, dapat menyebabkan kebutaan, pembengkakan otak, atau pendarahan yang tidak terkendali.

Beberapa negara di Afrika telah melaporkan wabah selama beberapa dekade.

Namun, sejak tahun 2000, wabah demam Rift Valley juga terlihat di Timur Tengah.

Baca Juga: Dokter Tirta Ungkap Tips Isoman yang Tepat Agar Cepat Sembuh: Tak Perlu Konsumsi Obat

Cacar monyet

Cacar mungkin telah diberantas dari muka planet ini, tetapi ia memiliki sepupu yang masih menjadi ancaman yang disebut Cacar monyet.

Ini sebagian besar menyebar melalui kontak dengan hewan liar seperti hewan pengerat dan primata.

Namun, itu juga dapat menyebar di antara orang-orang melalui kontak dengan lesi, cairan tubuh, tetesan pernapasan, atau pakaian atau tempat tidur yang terkontaminasi.

Gejala virus juga mirip dengan cacar dengan ruam pustular yang meluas disertai demam dan kelelahan.

Vaksin vaksinia, yang digunakan untuk membasmi penyakit cacar, juga dapat melindungi dari penyakit monkeypox.

Vaksin vaksinia generasi ketiga yang baru telah disetujui untuk pencegahan cacar monyet.

Namun, perjalanan dan perdagangan hewan peliharaan telah menyebabkan monkeypox menyebar ke seluruh dunia - dari Afrika Tengah dan Barat hingga Amerika Utara dan negara-negara Eropa seperti Inggris.

Untungnya, semua wabah yang terjadi telah dikendalikan sejauh ini.***

Editor: Zaris Nur Imami

Sumber: Bussines Insider


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah