Suro Bulan Sakral, Kedatangan 'Aji Saka' untuk Selamatkan Masyarakat dari Genggaman Makhluk Ghaib

10 Agustus 2021, 17:34 WIB
Kedatangan Aji Saka di Bulan Muharram /Antara/Dian Hadiyatna/

LINGKAR KEDIRI -  Banyak yang mengatakan malam suro ini sebagai malam keramat atau sakral.

Banyak juga yang mengaitkan malam suro ini dengan hal mistis pada ajaran kejawen.

Bahkan, tradisi suro ini sudah berlangsung sejak bertahun-tahun yang lalu dan masih ada hingga saat ini.

Baca Juga: Diklaim Sebagai Dalang Pencipta Pandemi Covid-19, Ternyata Bill Gates Beri Dana 1,75 Miliar Untuk Hal ini

Ada pula beberapa pantangan yang dipercaya oleh masyarakat Jawa untuk tidak dilakukan pada saat malam satu suro.

Dan mereka percaya, ketika melanggar salah satu dari pantangan tersebut akan dapat membawa dampak yang buruk bagi kehidupan mereka.

Dikutip Lingkar Kediri dari kanal Youtube Nadia Omara pada 12 Februari 2021, berikut mitos dibalik malam satu suro.

Baca Juga: Agen Mata-mata AS Berhasil Temukan Data Rahasia Covid-19 Wuhan, Presiden China Xi Jinping Semakin Gelisah

Malam satu suro dikenal sebagai malam yang sakral bagi masyarakat Jawa karena pada malam ini dipercaya sebagai malam datangnya Aji Saka ke pulau Jawa.

Kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa ini dipercaya dapat membebaskan rakyat dari genggaman makhluk gaib.

Malam satu suro, jatuh pada tanggal 1 Muharram atau pada awal tahun baru Hijriah.

Baca Juga: Bagaimana Cara Cetak Kartu Sertifikat Vaksin? Hindari Cetak Kartu Vaksin di Percetakan Umum, Ini Penjelasannya

Nama “Suro” berasal dari saran yang disampaikan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma di masa kerajaan Mataram Islam.

Tradisi yang dilakukan pada malam satu suro ini terjadi saat zaman pimpinan raja dari kerajaan Mataram Islam yang bernama Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613 – 1645).

Pada saat itu, banyak masyarakat Jawa yang mengikuti sistem penanggalan tahun Saka (penanggalan umat Hindu), dan hal itu bertentangan dengan masa kepemimpinan Sultan Agung yang menggunakan sistem kalender Hijriah.

Baca Juga: Keluarga dan Cucu Nabi Dibunuh Habis-habisan, Gus Muwafiq: Muharram Bulan Duka

Sehingga dibalik kendala itu, Sultan Agung ingin menyatukan dua kubu masyarakat Jawa yang terpecah, antara masyarakat Kejawen, dan masyarakat Putihan.

Lalu Sultan Agung berinisiatif untuk memperluas ajaran Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode perpaduan tradisi Jawa dan Islam.

Dampak antara perpaduan kedua tradisi ini, dipilihlah tanggal 1 Muharram oleh Sultan Agung dan ditetapkan sebagai tahun baru Jawa juga.

Sehingga, malam 1 suro pun bertepatan dengan peringatan tahun baru Hijriah.***

Editor: Haniv Avivu

Tags

Terkini

Terpopuler