LINGKAR KEDIRI - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan sejumlah wilayah Jawa Timur Berpotensi gempa bumi hingga tsunami
Hal ini disampaikan dalam acara webinar yang disiarkan langsung oleh BMKG melalui akun youtubenya.
Dalam catatan BMKG sebegaimana dilansir dari Serangnews.com, BMKG mengantongi sejumlah fakta sejarah yang mengejutkan sejarah tsunami di Jawa Timur.
BMKG juga menyebut bahwa Jawa Timur pernah disapu tsunami sebanyak 6 kali, sejak 1930 hingga 1994.
Datanya sebagai berikut, pada 4 Januari 1840, gempa kuat dirasakan sampai Semarang diikuti gelombang pasang di Pacitan
7 Februari 1843, gempa di selatan Pulau Madura memicu tsunami.
20 Oktober 1859, terjadi gempa kuat disertai tsunami, gelombang tiba saat kapal Ottolina bersiap untuk melepas jangkar. 11 dari 13 awak kapal selamat.
11 September 1921, Parangtritis di wilayah pantai Selatan Yogyakarta mengalami tsunami kecil.
19 Juli 1930, tsunami di Besuki, Jawa Timur sekitar pukul 2.00 WIB.
2 Juni 1994, Pancer adalah desa yang mengalami dampak terburuk dari tsunami. Dari 3.081 jumlah penduduk, 121 orang tewas dan 27 luka-luka.
Di antara 996 rumah, 704 rumah runtuh diterjang tsunami.
BMKG memiliki data lengkap potensi tsunami di seluruh pantai kabupaten Jawa Timur.
Baca Juga: Bali Terancam Potensi Tsunami dan Gempa Bumi, Sejumlah Alat ini Dipasang, Begini Penjelasan BPPT
Dwikorita berharap, hasil analisis BMKG tersebut dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan dan mitigasi selanjutnya.
Sebelumnya diberitakan SerangNews.com dalam artikel berjudul "BMKG Ungkap Sejarah Gempa Dahsyat dan Gelombang Tsunami Merusak di Jawa Timur, Ini Faktanya!", Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Klimatologi Tangsel, Yanuar Henry Pribadi menambahkan, potensi gempa dan tsunami hasil modeling yang disampaikan BMKG itu dijadikan acuan sebagai edukasi dan perencanaan.
"Dalam upaya mitigasi kita harus bicara skenario terburuk, ini untuk diacu, sehingga dapat disiapkan upaya pengurangan risiko secara konkret dan tepat, seperti tata ruang pantai aman berbasis risiko, rambu-rambu, jalur evakuasi, dan tempatnya," tambahnya.
Henry melanjutkan, itu semua dilakukan karena memang wilayah Indonesia rawan gempa dan tsunami.
"Ada catatan sejarah, dan bukan untuk nakut-nakuti," terangnya.***(Ade Maulana/Serang News)