Dilansir LingkarKediri dari Reuters, media itu tidak dapat secara independen mengkonfirmasi aspek-aspek tertentu dari laporan CAR.
Termasuk apakah BIN telah menerima kiriman tersebut. Reuters juga tidak dapat menentukan siapa yang mengizinkan pembelian amunisi atau siapa yang menggunakannya di Papua.
BIN dan Kementerian Pertahanan tidak menanggapi permintaan komentar tentang pembelian atau penggunaan mortir tersebut.
Panwaslu DPR akan menggelar sidang tertutup pekan depan dengan BIN, dan pembelian senjata akan dibahas, kata salah satu anggota komisi.
Tubagus Hasanuddin, mantan jenderal yang juga duduk di komite parlemen yang membawahi BIN, mengatakan bahwa badan intelijen dapat memperoleh senjata ringan untuk pertahanan diri agennya, tetapi setiap senjata kelas militer "harus untuk tujuan pendidikan atau pelatihan dan bukan untuk tujuan tempur".
"Kita perlu melakukan audiensi terlebih dahulu dengan BIN dan memeriksa alasannya. Setelah itu kita akan memeriksa legalitasnya," katanya.
Lebih lanjut, foto-foto dari CAR menunjukkan mortir membawa tanda-tanda pembuat senjata milik negara Serbia.
Samuel Paunila, kepala tim penasehat manajemen amunisi di Pusat Internasional Jenewa untuk Penghapusan Ranjau Kemanusiaan, membenarkan bahwa mortir tersebut memiliki tanda Krusic.