LINGKAR KEDIRI- Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law telah disahkan semenjak 5 Oktober lalu.
Berbagai polemik terjadi di masyarakat terkait penolakan terhadap UU tersebut.
Menurut banyak pihak, poin-poin dari draf undang-undang ini tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat.
Baca Juga: Demonstrasi Tolak Omnibus Law di Malang,Pecahkan Kaca Mobil Dinas Walikota hingga Bakar Mobil Aparat
Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), peneliti LIPI, Fathimah Fildzah Izzati menyatakan bahwa Omnibus Law cenderung mewadahi sistem outsourcing atau alih daya.
Pasal yang menunjuk tafsiran ini adalah Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 yangmengatur tentang Ketenagakerjaan bahwa outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsungdengan proses produksi.
Ia menyatakan bahwa di RUU Cipta Kerja tidak mengandung batasan kegiatan seperti UU 13/2003.
Baca Juga: Aksi Tolak UU Cipta Kerja Juga Melalui Tanda Tangan Petisi di Change.org, Akankah Didengar?
Fathimah menilai jika di tahun 2003 itu saja sudah diberi batasan tetapi pada praktiknya peraturan tetap dilanggar. Apalagi jika batasan itu tidak ada.