Hari Batik Nasional: Batik di Amerika Serikat dan Soft Power Diplomacy

2 Oktober 2020, 10:31 WIB
beberpa delegasi dari berbagai negara dalam rapat PBB menggunakan batik /kemdikbud.go.id

Diplomasi adalah upaya berbagai negara dalam menjalin kerjasama untuk mendapatkan keuntungan satu sama salin.

Kini, diplomasi tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja melainkan juga sebagai kegiatan yang bersifat multidimensional dalam hubungan internasional.

Dalam Konteks ini, Indonesia sebagai negara yang menganut politik bebas aktif, mengharuskan menjalin hubungan bilateral dan multiteral dengan negara di seluruh dunia.

Baca Juga: Katalog Promo JSM Giant 2-5 Oktober 2020

berkaitan dengan hal itu, salah satu diplomasi yang dilakukan Indonesia melalui kebudayaan.

Diplomasi melalui kebudayaan di istilahkan dengan soft power diplomacy, dalam artian penggunaan diplomasi lebih mengedepankan kepercayaan serta kerja sama dengan menggunakan nilai-nilai atau kebudayaan Indonesia.

Diplomasi kebudayaan Indonesia memiliki dua sasaran yakni target kedalam dan target keluar.

Baca Juga: Belum Juga Ada Kepastian Mengenai Kartu Prakerja Gelombang 11, Ada Apa?

Target kedalam yang dimiliki adalah menguatkan identitas negara serta pemahaman bagi masyarkat Indonesia, sementara target keluar adalah diplomasi yang ditujukan ke bangsa lain untuk menanamkan, mengembangkan serta memelihara ciri khas atau identitas citra Indonesia sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi di level internasional.

Hal demikian sesuai dengan rancangan pembangunan jangka menengah nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2015.

Salah satu budaya yang menjadi media diplomasi adalah batik. Batik merupakan hasil cipta karsa dan karya asli masyarakat Indonesia.

Batik juga merupakan daftar representasi dalam warisan tak terbenda yang ditetapkan UNESCO pada 2 oktober 2009.

Baca Juga: Segera Dapatkan Token Listrik PLN Gratis Oktober 2020, Begini Caranya

Penyebaran batik Indonesia ke dunia internasional berawal dari pemberian batik kepada Sir Thomas Stamford Rafles.  Oleh saudagar belanda Van Rijekvorsel yang pernah berkunjung ke Indonesia pada abad ke 19.

Berangkat dari peristiwa tersebut dilakukan lah pameran batik yang diselenggarakan di Prancis pada tahun 1990. Dalam pameran inilah batik dapat memukau masyarakat eropa kala itu.

Sebelum dipatenkan oleh UNESCO batik hanya tumbuh dan berkembang di kawasan nusantara saja.

Titik tolak yang mengakibatkan batik merambah ke luar nusantara adalah peran Mandela yang pada waktu kunjungan ke Indonesia diberi kenangan oleh presiden Sukarno berupa batik.

Pasca itulah Nelson Mandela menggunakan batik ketika kunjungan keluar negaranya.

Selain itu upaya menduniakan batik dilakukan pada masa Suharto tatkala tahun 1994 melakukan pertemuan APEC.

Baca Juga: Harga Emas Terupdate 2 Oktober 2020: Antam, Antam Batik, Retro dan UBS

Pertemuan yang dihadiri oleh kepala negara dari berbagai negara di dunia menjadi momentum Suharto dalam mengenalkan batik. Pada pertemuan inilah Suharto mendeklarasikan bahwa pakaian resmi acara tersebut adalah batik.

Puncak mengenalkan batik dalam kancah dunia dilakukan Indonesia setelah penetapan batik sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

Upaya nyata dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat dalam mengenalkan batik ke dunia agar batik memiliki kontribusi bagi kepentingan nasional Indonesia.

Pada masa pemerintahan SBY batik menjadi pakaian wajib pegawai di lingkungan pemerintahan yang harus dikenakan pada hari kamis dan jum’at.

Anjuran penggunaan batik tidak hanya pada pemerintahan namun juga berlaku pada perusahaan swasta kala itu.

Upaya berkelanjutan dilakukan tidak hanya pada pegawai melainkan juga pada berbagai kesempatan. Setiap orang Indonesia baik dari tokoh politik, desainer, pengusaha model dan berbagai pihak berperan serta dalam mengenalkan batik dalam kancah internasional

Pengenalan batik tentunya tidak hanya dilakukan dalam forum internasional, melainkan dikenakan melaui gerai atau toko batik yang dibuka di setiap negara, ekspor batik serta mengirim tenaga pengajar tentang batik, serta pengenalan budaya batik pada wilayah industri dan wisata.

Sangat kental ingatan pengenalan ini yang dilakukan oleh Agnes Monica dalam forum pemuda PBB (United Nation Global Youth forum).

Baca Juga: Hasil Pengundian UCL 2020-2021: Ronaldo VS Messi, De Bruyne dan Lewandowski Jadi Pemain Terbaik

Diplomasi Batik di Amerika Serikat

di Amerika Serikat pengenalan batik dilakukan dengan berbagai cara baik lewat media cetak maupun media elektronik.

Pengenalan batik melaui media elektronik yang dilakukan oleh Indonesia diantaranya dengan pebuatan film dokumenter yang berjudul Batik; love our story. Film ini menceritakan tentang motif serta filosofi batik Indonesia.

Sedangkan dalam media cetak digunakan dalam menyebarkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan menyebarkan pamflet di sekitaran kedutaan besar dan setiap tempat yang ramai.

Adapun beberapa brosur yang pernah dibuat adalah American Batik Competition Dan Batik Workshop For Art Teacher

Baca Juga: Menkes Terawan Lama Tak Muncul ke Publik, Ternyata Masih Fokus Tangani Covid-19

Pengenalan batik di Amerika juga dilakukan oleh tenaga pengajar yang berasal dari Indonesia.

Hal demikian terlihat ketika Indonesia mengundang ahli batik yang berasal dari Indonesia yang dikirim ke amerika serikat.

Selain itu tenaga pengajar yang dikirim tersebut akan dibantu oleh masyarakat indonesia yang tinggal di amerika serikat. Salah satu contohnya adalah undangan Hemengkubowono ke 10 selaku pemerhati batik terbaik Indonesia diundang ke Amerika dalam Acara Celecration Day.

Dalam lawatanya, Hemengkubuwono juga memberikan pemahaman serta mengajari perihal batik dan proses pembuatannya.

Baca Juga: Anies Baswedan Terancam Lengser, Akibat Melawan Aturan Jokowi

Selain itu masuknya batik dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah di Chicago pada tahun 2012 mengharuskan KJRI di Chicago bekerja sama dengan peace school dan dan Chicago publik school dalam menggelar acara batik Workshop For Art Educators”.

Fasilitator dalam acara ini adalah dyah kasir selaku KJRI di Chicago dan seniman asal Indonesia Avy loftus

Upaya lain yang dilakukan Indonesia dalam diplomasi batik di Indonesia juga dilkaukan dengan cara membuat komunitas batik.

Komunitas batik tersebut bernama Indonesia Trade Promote Center (ITPC). Dalam kegiatannya komunitas ini menggelar acara festival beberapa tempat diantaranya di Chicago, Toronto, Kansas City, Washington serta New York.

Batik  Indonesia Sebagai Potensi Diplomasi.

Interaksi serta diplomasi antar negara berdampak pada adanya pertautan dan pertemuan budaya yang membentuk sebuah pola hubungan intersubjektif dan intermanipulatuf.

Oleh karena itu pertemuan demikian harus dipandang sebagai peristiwa yang bebas nilai, karena semua pihak yang terlibat terkait erat dengan satu sistem nilai-nilai kemasyarakatan, kepercayaan, politik serta kenegaraan.

Diplomasi yang demikian mengandung ciri-ciri serta kekhasan dari manifestasi budaya. Hal demikian pun juga berlaku bagi Indonesia.

Upaya Indonesia dalam melakukan praktik diplomasi kebudayaan menjadi ujung tombak yang sangat penting, mengingat kita sebagai bangsa yang memiliki ragam budaya terbanyak di dunia. Banyak media yang digunakan dalam hal ini diantaranya batik.

Baca Juga: Sampaikan Kabar Duka, Raffi Ahmad: Semoga Amal Ibadahnya Diterima Allah SWT

Tentunya masih segar dalam pikiran kita bagaimana batik di sorot dalam pertemuan dewan keamanan PBB kala itu mei 2019. Tidak hanya dari Indonesia, namun berbagai delegasi mulai dari sekjen PBB, Amerika Serikat, Perancis, China serta Pantai Gading mereka memakai batik. 

Nampaknya para diplomator selain piawai dalam berdiplomasi serta menjaga keamana internasional, juga mampu membaca peluang untuk mempromosikan batik yang bernilai ekonomis bagi bangsa Indonesia .

Dalam praktik pelaksanaan budaya sebagai media diplomasi, dewasa ini diharuskan menggunakan menejemen yang modern serta melibatkan partisipasi aktif serta menyuluruh dari kalangan masyarakat Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Dengan demikian, potensi yang dimiliki Indonesia terkait ragam kebudayaan harus menjadi alternatif diplomasi, tidak hanya media diplomasi namun juga menjadi media pembangunan ekonomi kemasyarakatan berbasis budaya.

Apabila kita hanya mengandalkan hard power diplomacy misalkan melalui militer, ekonomi maupun pendidikan nampaknya akan kesulitan untuk meraih kepentingan nasional di kancah global.

Maka dari itu diplomasi dengan media budaya haruslah di laksanakan secara terus-menerus.

 

SELAMAT HARI BATIK NASIONAL

 

 

Tulisan ini disarikan dari paper saya yang berjudul “Analisa Batik Dan Angklung Sebagai Media Diplomasi Kebudayaan Indonesia Di Amerika Serikat” (t.t), 2019.***

Editor: Zaris Nur Imami

Tags

Terkini

Terpopuler