Sumbangan tersebut digunakan untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda dari penjajahan Prancis.
Ia pun melucurkan kritikannya terhadap belanda melalui surat kabar dengan judul “Andai Aku Seorang Belanda.”
Isi kritikan Ki Hajar Dewantara:
“Sekiranya aku seorang belanda
Aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya.
Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Ide untuk menyelenggarakan itu saja sudah menghina mereka, dan sekrang kita keruk pula kantongnya.
Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku, ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.”
Karena kritikan tersebut, ia dijatuhkan hukuman oleh Belanda dan dibuang ke Belanda.
Hal ini justru menjadi kesempatan bagi tiga serangkai untuk mendalami dunia pendidikannya.
Saat kembali ke Indonesia, Ia mendirikan perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta untuk pribumi Indonesia agar mendapatkan pendidikan seperti lainnya.