Begitu mendengar cerita anggota PKI yang mengikuti pencarian itu, Soemarno Giri langsung mendatanginya.
Ia ingin tahu bagaimana nasib ayahnya begitu bertemu dengan orang PKI itu.
Belum selesai mendengarkan cerita, bocah kecil itupun tidak dapat menahan amarahnya dan ia langsung memukul kepala tentara PKI.
Namun demikian, penggalian belum bisa dilakukan karena pada tanggal 11 Desember 1948 atau tiga bulan setelah peristiwa itu Belanda melakukan aksi kedua yang dikenal dengan agresi militer ke-2.
Penggalian sumur baru dilakukan pada awal tahun 1950, selain Kyai Sulaiman beberapa kyai dan santri dari Pesantren Sabilil Muttaqien Takeran juga menjadi korban.
Disebutkan, jasad para korban telah dipindahkan, sementara Kyai Sulaiman beserta beberapa korban lainnya dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kota Madiun.
Di lokasi sumur itu, saat ini berdiri tegak monumen yang bertuliskan tempat mati syahid para pahlawan korban pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948, disebelahnya terdapat marmer bertuliskan daftar nama-nama korban.
Tidak jauh dari Monumen ini juga terdapat gerbong Kereta Kertapati yang dahulu digunakan untuk mengangkut para korban.
Itulah sekelumit kisah tentang kebiadaban PKI Madiun pada tahun 1948.***