Indonesia Terancam Resesi Ekonomi, Ini Fakta-Faktanya

23 September 2020, 08:08 WIB
Real GDP Dunia /OECD

LINGKAR KEDIRI - Akibat dari pandemi virus corona yang tidak kunjung berakhir memberikan dampak terhadap ekonomi dunia.

Banyak negara yang sudah mulai melakukan resesi. Salah satunya Indonesia yang diprediksi akan berangsur menuju resesi.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tahun ini akan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,5%.

Baca Juga: Wah! Daftar Program Diskon Super Wow Bisa Dari Mana Saja

"Ditambah lagi ada tren karantina wilayah (lockdown) dalam skala lokal dan berbagai pengetatan kembali diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus. Ini membuat pemulihan ekonomi menjadi lambat," ungkap catatan OECD.

Maka, tidak heran banyak negara jatuh ke jurang resesi. Pengertian resesi adalah kontraksi PDB dua kuartal berkelanjutan.

Sejauh ini sudah ada 46 negara melakukan resesi, hal ini berdasarkan data Trading Economics.

Meski Indonesia pada kuartal II-2020 terjadi kontraksi ekonomi 5,32%, tetapi kuartal sebelumnya masih tumbuh 2,97%.

Nantinya penentuan ada pada kuartal III-2020. Jika pada periode Juli-September 2020 PDB kembali terkontraksi, maka Indonesia resmi mengalami resesi.

Baca Juga: Begini Kata BMKG Soal Banjir Bandang di Sukabumi

"PDB Indonesia pada kuartal III-2020 kemungkinan mengalami kontraksi -1% hingga -2,9%. Sementara untuk sepanjang 2020, proyeksinya berada di -0,6% sampai -1,7%", ungkap Sri Mulyani Menteri Keuangan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%YoY)

Catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia CEIC

"Negative teritory (PDB) pada kuartal III dan mungkin akan berlangsung sampai kuartal IV. Namun kita akan usahakan mendekati nol," unfkap Sri Mulyani.

Pemerintah pun memberi konfirmasi bahwa resesi ekonomi tidak bisa terhindarkan lagi.

Dari data realisasi APBN juga menunjukkan bahwa ekonomi Tanah Air memang masih sangat lesu.

Kelesuan ekonomi ini terlihat dari data penerimaan pajak. Pajak juga menggambarkan aktivitas ekonomi.

Baca Juga: Timor Leste dengan China Semakin Mesra, Ada Apa?

Pajak Penghasilan (PPh) dibayarkan atas kegiatan yang menimbulkan tambahan pendapatan, sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hadir hampir setiap transaksi. Jadi kalau penerimaan pajak mampet, maka tandanya ekonomi juga sedang mampet.

Dari Januari-Agustus 2020, penerimaan PPh non-migas tercatat Rp655,3 triliun atau anjlok 14,1% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Memburuk dibandingkan Januari-Juli yang turun 13,5%.

Pertumbuhan Penerimaan PPh Non-Migas (%CtC)

Catatan pertumbuhan penerimaan PPh Non migas CEIC

Samaoi saat ini struktur PPh Indonesia masih didominasi oleh Wajib Pajak Badan ketimbang Orang Pribadi.

Sehingga penurunan PPh menandakan setoran dari dunia usaha jauh berkurang, perlambang laba yang anjlok.

Tercatat, PPh Badan pada Januari-Agustus 2020 mengalami kontraksi -27,52% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Memburuk ketimbang Januari-Agustus yang masih bisa tumbuh 0,81%.

"PPh Badan masih mengalami tekanan berat. Perusahaan mengalami tekanan yang luar biasa," tutur Sri Mulyani.

Mengutip laporan Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha keluaran Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 82,85% dari responden yang berjumlah 34.559 unit usaha mengaku mengalami penurunan pendapatan. 

Yang perlu diperhatikan, lebih dari 45% pengusaha belum memikirkan rencana ekspansi selepas pandemi virus corona berakhir.

Baca Juga: Jadwal TV 22 September 2020: Kompas TV, Net TV Hingga Trans 7

Tanpa perluasan usaha, laba perusahaan akan stagnan bahkan mungkin menipis. Ini juga yang kemudian membuat penerimaan PPh ambles.

PPN merupakan gambaran transaksi di perekonomian. Ketika setoran PPN berkurang, berarti aktivitas transaksi alias jual-beli sedang sepi. Terjadi kelesuan, konsumen mengurangi belanja.

Tercatat pada Januari-Agustus 2020, penerimaan PPN (dan Pajak Penjualan untuk Barang Mewah/PPnBM) adalah Rp 255,4 triliun. Turun sekitar 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.***

 

Editor: Haniv Avivu

Tags

Terkini

Terpopuler