LINGKAR KEDIRI - Ada dugaan Militer Amerika Serikat (AS) telah membeli data lokasi jutaan pengguna Muslim Pro.
Diketahui, Muslim Pro adalah sebuah aplikasi pengingat waktu salat yang juga menyajikan 30 juz Al Qur'an lengkap dengan tulisan Arab.
Hingga saat ini, aplikasi Muslim Pro sudah diunduh sekitar 98 juta pengguna di seluruh dunia.
Baca Juga: Semakin di Ujung Tanduk, Hanya Tersisa Sekitar Dua Bulan Donald Trump Menduduki Gedung Putih
Dikutip dari Business Insider, mereka menjual data lokasi untuk mendapat uang dari pihak ketiga.
Militer AS membeli data tersebut melalui pihak ketiga yang memang membeli data dari Muslim Pro.
Hal itu menimbulkan banyak kemarahan dari pembela kerahasiaan data pribadi dan memunculkan keriuhan netizen Muslim dunia di Twitter.
Di sisi lain, pihak ketiga dan mitranya mengklaim jika mereka telah menganonimkannya sehingga tak ada identitas pribadi yang terbongkar.
Namun, studi mengungkapkan kalau data lokasi yang dibeli militer AS bisa dengan mudah dibongkar kembali.
Baca Juga: Mendadak KH Said Aqil Siradj Minta Masyarakat Tidak Mudah Terprovokasi dan Pertahankan Keutuhan NKRI
Cara ini bisa mengaitkan kembali setiap data yang dibeli dengan data-data personal setiap individu pengguna Muslim Pro.
Beberapa legislator AS pun telah meminta praktik yang melanggar hak-hak warga negara itu diatur lebih ketat.
Pernyataan itu dilontarkan setelah Departemen Keamanan Dalam Negeri AS ketahuan menggunakan data lokasi untuk melacak dugaan imigran ilegal.
Muslim Pro sendiri telah menjual data ke pihak ketiga yang disebut sebagai X-Mode, berdasarkan laporan Motherboard.
X-Mode pun menjelaskan bahwa data yang dibeli akan digunakan untuk tiga hal 'counter-terrorism, keamanan siber, dan memprediksi titik-titik potensi penularan virus corona.***