Tradisi Bubur Suro pada 10 Muharram Masih Jadi Budaya Masyarakat Jawa, Ini Hadis tentang Kisah Nabi Nuh

- 19 Agustus 2021, 10:53 WIB
Bubur Suro tradisi di Jawa dan kisah Nabi Nuh A.S./ FotoZ: Instagram/@kulinerpekalongan/
Bubur Suro tradisi di Jawa dan kisah Nabi Nuh A.S./ FotoZ: Instagram/@kulinerpekalongan/ /

 

LINGKAR KEDIRI – Pada bulan mulia seperti Bulan Muharram ada sebuah adat tradisi yang masih dibudayakan di daerah Jawa.

Ibadah-ibadah sunnah yang masyhur di sunnahkan pada Bulan Muharram adalah memperbanyak shalawat, puasa sunnah Tasu’a dan Asyura, memperbanyak shodaqoh.

Puasa sunnah Tasu’a dan Asyura dilakukan pada 10 Muharram. Adapula tradisi memakai celak hitam, shodaqoh dan menyantuni anak yatim dikenal dengan bubur syuro.

Baca Juga: Sembuh dari Covid 19, Ternyata Bisa Alami Penurunan Fungsi Kognitif, Mudah Lupa Hingga Lemot, Simak Ini!

Tradisi ini masih dilakukan sebagian masyarakat jawa, membuat bubur dari berbagai biji-bijian seperti beras putih, beras merah, kacang hijau, dan biji-bijian lainnya.

Bubur Syuro, selain dihidangkan untuk keluarga juga di dibagikan atau dishodaqohkan kepada anak-anak yatim dan dhua’fa, juga untuk orang yang berpuasa pada 10 Muharram.

Dikutip Lingkar Kediri dari piss-ktb, Tradisi bubur Syuro disebut juga sebagai “la’alashowaab” yaitu mengikuti apa yang pernah dikerjakan oleh Nabi Nuh a.s dan kaumnya.

Kisah Nabi Nuh a.s ini, dijelaskan secara rinci dalam kitab bada’iuzuhur versi dan karangan syeikh Muhammad bin Ahmad bin iyas al-hanafy, halaman 64 sebagai berikut.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 19 Agustus 2021: Dewa Cemburu, Tak Izinkan Nana Bekerja dengan Fajar

Perahu Nabi Nuh a.s mendarat dengan sempurna disebuah gunung bertepatan tanggal 10 Muharram atau hari Asyura.

Maka Nabi Nuh a.s melakukan puasa pada hari itu dan memerintahkan kaumnya yang ikut dalam perahunya untuk melakukan puasa pada hari Asyura sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Diriwayatkan bahwa seluruh binatang dan hewan yang ikut dalam perahu Nabi Nuh a.s juga melaksanakan puasa.

Kemudian Nabi Nuh a.s mengeluarkan sisa perbekalan selama terapung dalam kapal, tidak banyak sisa yang didapat, Nabi Nuh a.s mengumpulkan sisa biji-bijian itu.

Baca Juga: Komitmen Tak Bertemu 3 Hari Jelang Akad Nikah, Ini Harapan Rizky Billar Saat Momen Sakral Berlangsung

Ada tujuh macam jenis biji-bijian dan jumlahnya tidak banyak, kemudian disatukan dan dijadikan makanan.

Maka pada tahun-tahun berikutnya, Nabi Nuh a.s dan kaumnya selalu membuat makanan seperti itu atau bubur dalam bahasa kita pada hari Asyura tanggal 10 Muharram.

Itulah sejarah yang hingga saat ini masih jadi tradisi masyarakat Jawa dalam memperingati hari Asyura tepat pada tanggal 10 Muharram.***

 

Editor: Haniv Avivu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x