Karena begini, imbuhnya mungkin di permukaan air tidak terlihat internal solitary wave ini, namun di kedalaman belasan meter sampai 50 hingga 100 meter akan sangat terasa.
"Menurut teori mereka ini akan menarik kapal lebih cepat ke bawah, saya belum pernah merasakan karena pada saat saya berlayar normal kita tidak tahu keberadaan internal solitary wave itu," terangnya.
Dikutip Lingkar Kediri dari Ringtimes Bali.com dalam artikel dengan judul "Misteri Tenggelamnya KRI Nanggala 402, TNI AL Ungkap Adanya Peristiwa Alam 'BMKG pun Tidak Bisa Prediksi'", perbedaan jenis air laut saja bisa saja membuat kapal jatuh. "Itu bisa dialami kapal laut," katanya.
Di dalam kapal selam itu, tekanan di dalam kapal selam itu tetap dibuat dalam satu atmosfir ucapnya.
"Sedikit ada rasa seperti jatuh di pesawat," ungkapnya.
"Apa yang terjadi di Nangggala itu dalam proses menyelam jika terjadi itu dia akan jatuh juga mungkin ya ini masih prediksi," imbuhnya.
"Dia akan jatuh tapi karena dia tidak sedang berjalan maka dampaknya sudut yang di sudut trim ke depan oleng dan angguk itu ke belakang atau kedepan itu agak ekstrim sehingga dia akan menyebabkan kapal jatuh, apalagi ketika kemudi selamnya lagi dibuka itu akan menambah cepat dia masuk" tandasnya.
Dan saat kapal terjadi kondisi demikian menurutnya kapal seharusnya masih bisa naik keatas, katanya dan ini tergantung seberapa kuat daya tarik ke bawah.
Ini bisa diatasi dengan menghembuskan seluruh tanki pemberat pokok (main balastank) atau lebih darurat lagi pihaknya melakukan menghembuskan tangki tahan tekan yang memang diciptakan untuk khusus kedaruratan, pungkasnya.