"Sebagai pemerintah, kita harus menjaga keseimbangan antara harga internasional yang tinggi dan (pengendalian) harga domestik untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng bagi rakyat kita," katanya.
Pejabat itu mengatakan dia tidak bisa menjanjikan apa pun mengenai kebijakan minyak sawit di masa depan karena pengawasan melibatkan berbagai kementerian dan dia "menunggu keputusan terbaik tentang minyak sawit dari pemimpin tertinggi kami".
Fadhil Hasan, seorang pejabat di Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan dia berharap larangan itu bisa dicabut dalam waktu dua minggu hingga satu bulan.
Gulat Manurung, ketua kelompok tani APKASINDO, mengatakan petani skala kecil sangat terpengaruh oleh larangan ekspor dengan pabrik membeli buah segar kelapa sawit dengan harga sekitar setengah dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan bahkan di bawah biaya produksi.
Ia kini terpaksa menjual buah sawitnya dengan harga sekitar Rp1.500 per kg, sementara biaya produksinya sekitar Rp1.800 per kg.
Beberapa pabrik telah berhenti membeli dari petani mandiri untuk memprioritaskan panen dari kebun mereka sendiri, tambahnya.
“Petani menanggung beban terberat dari penghentian ekspor ini. Pabrik sekarang menimbun minyak (murah) dari petani untuk dijual nanti dengan harga tinggi ketika larangan dicabut,” katanya.
Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan larangan itu akan tetap berlaku sampai harga minyak goreng curah turun menjadi Rp14.000 ($ 0,96) per liter di seluruh negeri.