Indonesia Menginspirasi ASEAN! Tolak Klaim Nine Dash Line atas China, Langkahnya Diacungi Jempol

- 22 September 2020, 14:56 WIB
Perjuangan Berani Indonesia Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan Menginspirasi ASEAN
Perjuangan Berani Indonesia Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan Menginspirasi ASEAN /Puspen TNI

LINGKAR KEDIRI - ASEAN dan China diketahui berselisih tentang klaim Nine Dash Line China di Selatan Laut China Selatan (LCS).

Beijing dalam Nine Dash Line-nya mengklaim kepemilikan hampir seluruh 80 persen LCS.

Dengan lantang China juga menuduh Amerika Serikat (AS) mencampuri urusan negaranya dengan ASEAN.

Baca Juga: Timor Leste Kelaparan, Singgung Mi Instan dan Rokok Indonesia pula! Jose Ramos Horta Maunya Apa?

Baca Juga: 8 Fakta TNT! dari Ledakan Beirut Sampai Latihan Paskhas TNI AU Barusan yang Gegerkan DKI Jakarta

China menyebut AS mengompori agar ASEAN menolak Nine Dash Line.

Padahal penolakan justru datang dari PBB dan beberapa negara Eropa, bukan cuma ASEAN. 

Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr. menolak mengikuti sikap China yang meminta menjauhkan kekuatan Barat termasuk AS di LCS.

Baca Juga: Dentuman DKI Jakarta Terkuak! Ternyata Misteri Suara Dentuman itu Bersumber dari Paskhas TNI AU

Locsin mengatakan Kode Etik Laut China Selatan yang dibuat oleh negara-negara Asia Tenggara dengan China tidak akan menyebabkan pengucilan negara-negara barat dari perairan tersebut.

"Tuntutan Tiongkok untuk mengecualikan kekuatan Barat dari China Selatan" Laut China Selatan tidak akan pernah saya izinkan," ujar Locsin pada sidang anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat, Manila, Senin 21 September 2020.

Dikutip Lingkar Kediri dari zonajakarta, Inquirer dan Pikiran Rakyat, Selasa 22 September 2020, AS-China juga mengalami ketegangan, dan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo awal bulan ini mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk meninjau kembali hubungan dengan perusahaan negara milik China yang terlibat dalam pembangunan pulau buatan di LCS.

Baca Juga: Banjir Jakarta, Genangan Air Masih Tersisa Hingga Selasa Pagi di Beberapa Ruas Jalan Jakarta Barat

Menteri Luar Negeri China Wang Yi sebelumnya juga mengkritik AS karena diduga ikut campur dalam sengketa wilayah dan memperkuat penempatan militernya di LCS.

Untuk pertama kalinya di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina mengatakan siap mengadu ke AS dengan menjalankan perjanjian pertahanan untuk menghadapi agresi militer China.

Teodoro Locsin mengatakan Manila akan meminta perjanjian pertahanan dengan AS jika China menyerang kapal angkatan lautnya di perairan sengketa.

Baca Juga: Cara dan Jadwal Kuota 35 GB dan 50 GB Gratis Untuk Siswa dan Mahasiswa, Simak Penjelasannya Berikut

Pernyataan Menlu Filipina itu menandai pertama kalinya pemerintahan Duterte meminta bantuan AS di tengah gejolak antara Beijing dan Manila. 

Sikap Indonesia

Indonesia menyatakan sikapnya dengan mengambil langkah-langkah diplomatik baru-baru ini sebagai anggota ASEAN yang menentang klaim Beijing atas LCS.

Langkah yang 'langka' diambil Indonesia yakni dengan mengirimkan catatan diplomatik kepada Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal minggu ini.

Baca Juga: Trump Dikirimi Paket Berisi Racun Mematikan! Sekali Hirup, Racun 'Risin' itu Dapat Mematikannya

Surat itu, yang dikirim ke Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres pada Selasa, 26 Mei 2020 lalu, menjabarkan dukungan pemerintah Indonesiaatas keputusan tahun 2016 silam.

Dimana hasil keputusan oleh Permanent Court of Arbitration di Den Haag, menyatakan pengadilan berpihak pada Filipina dalam kasus yang dibawa Manila untuk melawan China atas sengketa teritorial di laut.

"Indonesia menegaskan bahwa peta sembilan garis putus-putus menyiratkan klaim hak bersejarah jelas tidak memiliki dasar hukum internasional dan sama saja dengan mengecewakan UNCLOS 1982," isi surat dari Misi Permanen Indonesia ke PBB, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Radio Free Asia (RFA).

Baca Juga: Akhirnya, BLT BPJS Tahap 4 Cair! Begini Cara Cek Nama Penerima Via Web SMS dan WhatsApp

Surat tersebut merujuk pada batas peta China yang mencakup Beijing, yang mengklaim wilayah maritim.

Karena Indonesia menyetujui penandatanganan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982), yang secara internasional menyetujui sistem tata kelola laut.

Surat itu menyerukan mengenai kepatuhan penuh terhadap hukum internasional dan Indonesia tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.

Baca Juga: Link Survey Kartu Prakerja dan Dapatkan 50Ribu Insentif Tambahan, Simak Caranya Sebelum Ditutup! 

"Sebagai Negara Peserta UNCLOS 1982, Indonesia secara konsisten menyerukan kepatuhan penuh terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982. Indonesia dengan ini menyatakan bahwa ia tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," isi surat tersebut.

Langkah ini menginspirasi negara-negara ASEAN untuk melakukan hal yang sama karena PBB punya kekuatan untuk menekan China karena persoalan LCS.

Baca Juga: Dentuman Kembali Terjadi di Sekitar Jakarta, Darimana Sumbernya? BMKG: Belum Tahu, Dugaan dari Petir

Perjanjian

Nine Dash Line merupakan klaim China di LCS dan hampir mencakup seluruh wilayah termasuk pulau Paracel dan Spratly yang disengketakan.

Awal tahun ini, China menyetujui pembentukan 2 distrik untuk mengelola pulau Paracel dan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan dalam upaya untuk menegaskan kedaulatan atas wilayah tersebut.

Walaupun ini bukan pertama kalinya Indonesia mengatakan hal tersebut, namun surat yang dikirim pada 26 Mei 2020 lalu ke PBB datang usai China juga mengirimkan surat yang memprotes Malaysia, Filipina dan Vietnam.

Baca Juga: Balas Malaysia, Filipina Bersumpah untuk Merebut Sabah demi Kehormatan Negara

Pada Kamis, 28 Mei 2020 seorang diplomat di Misi Tetap Indonesia untuk PBB di New York, Amerika Serikat dimintai keterangannya mengenai pengiriman surat tersebut.

Namun, tidak memberikan banyak komentar dan mengatakan akan memeriksa kebenaran tersebut terlebih dahulu. 

Direktur Prakarsa Transparansi Maritim Asia, Gregory Poling, di Washington, Amerika Serikat mengatakan bahwa tindakan dari Indonesia membuka jalan baru.

Baca Juga: China Siap Invasi Taiwan Saat AS Tiba di Taipei, Xi Jinping: Perintahkan Angkatan Perang!

"Verbal note ini adalah yang pertama kali dilakukan oleh salah satu negara tetangga di Asia Tenggara Filipina dan secara eksplisit mendukung kemenangan arbitrase 2016 melawan China," katanya, dikutip dari laman Radio Free Asia (RFA).

"Pejabat di Jakarta telah mendorong ini selama empat tahun dan sepertinya mereka akhirnya menang karena kekhawatiran politik tentang China," tambahnya.

Baca Juga: Janda Bolong Harganya Ngalahin Mobil LCGC, Tembus Ratusan Juta! ini Manfaat dan Cara Merawatnya

Membangun Koalisi

Dia juga mengatakan bahwa jika pemerintah Filipina ingin mengambil kembali haknya, dukungan dari Indonesia bisa menjadi bagian penting dari membangun koalisi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang mengambil kekuasaan beberapa hari sebelum Pengadilan Permanen memutuskan untuk mendukung klaim negaranya atas jalur air yang diperebutkan, sebagai gantinya mencari hubungan yang lebih dekat dengan China.

Surat dari Indonesia ini adalah yang terbaru yang dikirimkan oleh negara-negara ASEAN atas China.

Baca Juga: Mantap, Langsung Nikah! Kenalannya Lewat HP lalu Pacaran Empat Hari, Siswa SMP Jalani Nikah Dini

Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengeluarkan pernyataan yang mengatakan pemerintahnya mengikuti perkembangan terakhir di wilayah laut.

"Indonesia menyatakan keprihatinannya terhadap kegiatan baru-baru ini di Laut China Selatan yang berpotensi meningkatkan ketegangan pada saat upaya global kolektif sangat penting dalam memerangi COVID-19," katanya dalam pidato pada 6 Mei 2020 lalu.

Baca Juga: Aib dan Foto Masa Lalu Pelakor Laeli Atik Mutilasi Kalibata City, Dibongkar oleh Mantan Istri Pelaku 

Dia juga mengungkapkan bahwa Indonesia menggarisbawahi pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, dan mendesak semua pihak untuk menghormati hukum International.

Dia juga mencatat bahwa sementara negosiasi kode etik telah ditunda, semua negara yang relevan harus menunjukkan pengendalian diri.

Baca Juga: Konyol! Mutilasi Kalibata City, Pelaku Belajar dari Youtube hingga Sempat Kecapekan saat Mutilasi

“Kami tetap berkomitmen untuk memastikan kesimpulan dari CoC yang efektif, substantif, dan dapat ditindaklanjuti, terlepas dari keadaan saat ini dari pandemi COVID-19,” katanya.***(Beryl Santoso/Zonajakarta)

Editor: Mualifu Rosyidin Al Farisi

Sumber: Zona Jakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x