Salah Satu Parameter Kemajuan Negara adalah Penurunan Angka Kematian Ibu dan Anak? Begini Penjelasan POGI

- 20 Mei 2021, 20:30 WIB
Ilustrasi ibu dan anak.
Ilustrasi ibu dan anak. /Pexels/Gabby K

 

LINGKAR KEDIRI – Tidak hanya dari sisi ekonomi dan pendidikan, salah satu parameter kemajuan Negara adalah penurunan angka kematian ibu dan anak, sebagaimana diserukan oleh Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI).

Penurunan angka kematian ibu dan bayi juga menjadi bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia dan mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Baca Juga: Heboh Kabar Nissa Sabyan dan Ayus Telah Menggelar Pernikahan, Begini Tanggapan Kepala KUA Pondok Gede

Oleh sebab itu POGI menyatakan untuk terus berkomitmen meningkatkan kualitas layanan kesehatan reproduksi di Indonesia yang tercermin dari parameter angka kematian ibu bayi serta kejadian stunting.

Stunting merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.

Baca Juga: Israel Ancam Ambil Alih Jalur Gaza, Netanyahu: Untuk Menghentikan Serangan Hamas

"Data terakhir tercatat angka kematian ibu Indonesia sekitar 305 per 100 ribu kelahiran hidup (Susenas tahun 2015) dan angka kematian bayi 24 per 1.000 kelahiran bayi pada tahun 2017.

Hal ini berarti setiap tahun tercatat kurang lebih 15 ribu kematian ibu dari kurang lebih 5 juta kelahiran hidup setiap tahunnya," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat POGI dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K).

Baca Juga: Denny Darko Sebut Mbak You Miliki Kedekatan dengan Siluman Ular, Benarkah? Ini Faktanya

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan POGI juga menyorot isu ini secara khusus membentuk kelompok kerja penurunan angka kematian ibu (Pokja PAKI) yang diketuai Prof. Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K).

Pokja PAKI hingga saat ini berfokus untuk menurunkan angka kematian Ibu dari 120 kabupaten atau kota seluruh Indonesia.

Baca Juga: Pangeran Arab Saudi Murka, Ancam Israel dan Amerika Jangan Main-Main

“Kami mengevaluasi semua faktor penyebab tingginya angka kematian ibu yang kurang lebih 60% terjadi di RS rujukan, oleh karena itu kesiapan RS dalam hal PONEK dan pelatihan tenaga kesehatan menjadi agenda utama dalam pelatihan serentak yang sudah kami susun dan laksanakan,” ujar Dwiana Ocviyanti.

Terkait dengan sorotan mengenai tingginya angka seksio sesarea, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat POGI, Prof. Budi Wiweko menjelaskan bahwa data ini menjadi instropeksi bagi para dokter obgyn untuk melihat lagi bagaimana kenyataan yang ada di lapangan.

Baca Juga: Ahli Metafisika Sebut Israel Akan Merugi Hingga Perang Saudara, dan Palestina Menang

“Pada tahun 2018, kami (POGI dan Kemenkes RI) membentuk tim yang dipimpin oleh DR. Dr. Andon Hestiantoro, SpOG selaku Ketua Bidang Ilmiah POGI, melakukan audit klinik pada 159 RS yang melakukan tindakan seksio sesarea lebih dari 1.000 kasus per tahun," ujar Budi.

Budi memaparkan dari data 66 RS dan 1.920 rekam medik yang ditelusuri, indikasi janin terbanyak pada seksio sesarea adalah ketuban pecah dini, disproporsi sefalo pelvik (ketidaksesuaian ukuran bayi dan rongga panggul), oligohidramnion (air ketuban sedikit), persalinan tidak maju dan kelainan posisi atau presentasi bayi di jalan lahir.

Baca Juga: Amanda Manopo Membongkar Alasan Putus dengan Billy Syahputra: Sudah Tidak Cocok, Kecewa Banget!

Sementara untuk indikasi ibu terbanyak pada seksio sesarea adalah riwayat operasi seksio sesarea sebelumnya dan pre eklampsia berat (hipertensi dalam kehamilan).

Untuk luaran ibu dan bayi pasca seksio sesarea, hasil audit menunjukkan luaran ibu, 96% ibu dirawat biasa, 2% masuk ICU, 2% mengalami penyulit, dan tidak ada yang meninggal. Rata-rata ibu dirawat selama dua hingga 4 hari.

Baca Juga: Amanda Manopo Membongkar Alasan Putus dengan Billy Syahputra: Sudah Tidak Cocok, Kecewa Banget!

Mutu luaran bayi juga menunjukkan hasil yang baik yaitu; 94% bayi dirawat biasa atau rawat gabung, 6% masuk NICU, 4% mengalami komplikasi, 1% meninggal.

Rata-rata lama rawat bayi selama dua hingga 3 hari. Hal ini menekankan bahwa luaran seksio sesarea pada uji petik ini selaras dengan luaran ibu dan bayi yang baik.

Baca Juga: Israel Membom 120 Target Dalam 24 Jam di Gaza, Korban Terus Berjatuhan

Prof. Budi Wiweko kembali menjelaskan bahwa menurut data riset dasar kesehatan Indonesia tahun 2018 terdapat kurang lebih 4.8 juta persalinan yang 19% di antaranya ditolong melalui seksio sesarea (kurang lebih 1 juta persalinan).

Dari kelompok yang menjalani seksio sesarea ini, kurang lebih 58% pembiayaannya dilakukan melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN), dan 42% sisanya dibiayai melalui skema pembiayaan yang lain.

Baca Juga: Korupsi Dana Bansos Covid-19 Tembus Hingga 100 Triliun, Orang Miskin Dapat Apa?

Data ini menjelaskan bahwa proporsi persalinan seksio sesarea di populasi Indonesia masih tergolong rasional dan pemerintah (JKN) membiayai sekitar 58% dari seluruh persalinan seksio sesarea (kurang lebih 600 ribu dari 1 juta seksio sesarea) yang ada di Indonesia.

"Untuk data klaim JKN di RS, proporsi seksio sesarea kurang lebih sebesar 57 persen yang terdiri dari tingkat keparahan 1, 2 dan 3 sesuai dengan INA CBGs," ujar Ari.

Baca Juga: Denny Darko Ramal Orang Indonesia Menjadi Sangat Pemarah, Ternyata Ini Sebabnya!

Ari menilai bahwa proporsi ini tentu sesuai dengan proses dan sistem rujukan layanan kesehatan di Indonesia yang menempatkan tindakan seksio sesarea hanya bisa dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan rawat tingkat lanjut (FKRTL).***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x