LINGKAR KEDIRI – Sri Lanka menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintah yang tidak penting pada Senin (20 Juni).
Memulai penutupan dua minggu untuk menghemat cadangan bahan bakar yang menipis dengan cepat ketika IMF membuka pembicaraan dengan Kolombo tentang kemungkinan bailout.
Negara berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuknya setelah kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling penting sekalipun termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Pada hari Senin lalu sekolah-sekolah ditutup dan kantor-kantor negara bekerja dengan staf kerangka sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk mengurangi perjalanan dan menghemat bensin dan solar yang berharga.
Sri Lanka menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan yang telah berkontribusi pada protes berbulan-bulan, terkadang disertai kekerasan, yang meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur.
Ribuan mahasiswa berbaris melalui jalan-jalan Kolombo pada hari Senin meneriakkan "Harus pulang" mengacu pada presiden, yang mereka tuduh korupsi dan salah urus.
"Waktu bagi Gotabaya untuk bersujud dengan bermartabat sudah lama berlalu," kata pemimpin mahasiswa Wasantha Mudalige kepada wartawan, dilansir LingkarKediri dari CNA.