LINGKAR KEDIRI – Sri Lanka menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintah yang tidak penting pada Senin (20 Juni).
Memulai penutupan dua minggu untuk menghemat cadangan bahan bakar yang menipis dengan cepat ketika IMF membuka pembicaraan dengan Kolombo tentang kemungkinan bailout.
Negara berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam cengkeraman krisis ekonomi terburuknya setelah kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling penting sekalipun termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Pada hari Senin lalu sekolah-sekolah ditutup dan kantor-kantor negara bekerja dengan staf kerangka sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk mengurangi perjalanan dan menghemat bensin dan solar yang berharga.
Sri Lanka menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan yang telah berkontribusi pada protes berbulan-bulan, terkadang disertai kekerasan, yang meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur.
Ribuan mahasiswa berbaris melalui jalan-jalan Kolombo pada hari Senin meneriakkan "Harus pulang" mengacu pada presiden, yang mereka tuduh korupsi dan salah urus.
"Waktu bagi Gotabaya untuk bersujud dengan bermartabat sudah lama berlalu," kata pemimpin mahasiswa Wasantha Mudalige kepada wartawan, dilansir LingkarKediri dari CNA.
"Sekarang kita harus mengusirnya,” tambahnya.
Polisi menangkap 21 aktivis mahasiswa yang memblokir semua gerbang ke gedung sekretariat presiden saat menyatakan Senin, ulang tahun ke-73 Rajapaksa, sebagai "hari berkabung" bagi bangsa.
Baca Juga: Michael Krmencik, Pemain Bintang Liga Ceko Tahun 2017-2018 Siap Merumput di Persija Jakarta
Namun kantor Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan pembicaraan dengan delegasi IMF yang berkunjung, diskusi langsung pertama sejak Sri Lanka meminta dana talangan pada April, berjalan sesuai rencana.
Kedua belah pihak mengatakan pembicaraan akan berlanjut hingga akhir bulan.***