Geruduk China, Eropa Dukung Indonesia dan Negara ASEAN Lainnya untuk Menolak Klaim Nine Dash Line

- 20 September 2020, 12:55 WIB
Ramai-ramai Geruduk China, Inggris, Prancis dan Jerman Dukung Indonesia Tolak Klaim Nine Dash Line
Ramai-ramai Geruduk China, Inggris, Prancis dan Jerman Dukung Indonesia Tolak Klaim Nine Dash Line /nato.int

LINGKAR KEDIRI - China sedang memupuk api peperangan di Laut China Selatan (LCS).

Klaim Nine Dash Line Beijing yang mencaplok 80 persen perairan LCS ditentang berbagai negara, terlebih negara-negara yang tergabung dalam ASEAN (Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara) merasa dirugikan dengan klaim Nine Dash Line oleh China.

Bahkan, tidak dipungkiri jika negara-negara ASEAN saat ini sedang memperkuat militernya untuk melawan agresivitas China sewaktu-waktu.

Baca Juga: Aib dan Foto Masa Lalu Pelakor Laeli Atik Mutilasi Kalibata City, Dibongkar oleh Mantan Istri Pelaku

malayBaca Juga: Balas Malaysia, Filipina Bersumpah untuk Merebut Sabah demi Kehormatan Negara

Kali ini klaim sepihak China menjadi sorotan bangsa-bangsa Eropa. 

Dalam artikel yang telah terbit di zonajakarta.pikiran-rakyat.com berjudul "Ramai-ramai Geruduk China, Inggris, Prancis dan Jerman Dukung Indonesia Tolak Klaim Nine Dash Line", pada 18 September 2020 lalu, tercatat negara Inggris, Prancis, dan Jerman sepakat mengecam klaim Nine Dash Line.

Ketiga negara bersama-sama mengirimkan catatan ke PBB, mendukung laporan dari Malaysia, Australia, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Solusi Upload KTP Prakerja Gagal? Padahal Format Foto Sudah Sesuai Persyaratan. Simak Penjelasannya

Dalam satu tahun terakhir, pemerintah ketiga negara itu telah mengeluarkan teguran diplomatik, keluhan, dan penolakan atas klaim maritim China yang luas di LCS. Semua itu melalui Komisi PBB untuk Batas Landas Kontinen.

“Prancis, Jerman, dan Inggris menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan kebebasan laut lepas tanpa hambatan, khususnya kebebasan navigasi dan penerbangan, dan hak lintas damai yang diabadikan dalam (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), termasuk di Laut Cina Selatan,” jelas catatan itu seperti dilansir zonajakarta.com dari Radio Free Asia (RFA) dan Galamedianews, Jumat 18 September 2020.

Ketiga negara tersebut juga menekankan bahwa 'hak bersejarah' atas perairan LCS tidak sesuai dengan hukum internasional.

Baca Juga: 180.000 Penerima Kartu Prakerja Resmi Dicabut, Pihak Manajemen: Sayang Sekali Tidak Dimanfaatkan

"Ingat bahwa putusan arbitrase dalam kasus Filipina versus China tertanggal 12 Juli 2016 dengan jelas menegaskan hal ini," tegas ketiganya.

Catatan tersebut juga menolak bagian lain dari sikap China atas perairan yang disengketakan. Disebutkan bahwa pulau-pulau buatan, seperti yang dibuat oleh China di LCS melalui reklamasi tanah dan pengerukan pasir, tidak dapat menghasilkan hak maritim seperti zona ekonomi eksklusif (ZEE) di bawah UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

Catatan itu juga menjelaskan bahwa Prancis, Jerman, dan Inggris tidak mengakui pengelompokan batu dan pulau kecil di Paracel oleh China, menjadi sebuah kepulauan yang akan menghasilkan garis pangkal lurus.

Baca Juga: TikTok Resmi Dilarang Mulai Besok, Begini Dampaknya dari Tindakan Trump Terhadap Aplikasi China itu 

Garis pangkal lurus adalah garis secara lurus yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik terluar di kepulauan atau wilayah yang dimaksudkan untuk membatasi, sehingga secara efektif dapat memaksimalkan wilayah yang dimilikinya.

Paracel adalah sekumpulan batu dan pulau kecil di bagian utara Laut Cina Selatan dan menjadi sengketa antara Cina, Vietnam, dan Taiwan.

Inggris sudah tidak mengakui upaya China untuk menarik "garis pangkal lurus" di sekitar fitur yang diduduki di wilayah tersebut dan melakukan latihan kebebasan navigasi di sana pada tahun 2018.

Baca Juga: #LeaderOfYouthBTS Trending, BTS Beri Hadiah Kapsul Waktu ke Presiden yang akan Dibuka Tahun 2039

Namun, ini adalah pertama kalinya Prancis dan Jerman secara eksplisit menegur garis pangkal China, serta posisi "hak bersejarah" China yang bersikeras memberikannya kedaulatan atas perairan dan bebatuan yang tersebar di hampir seluruh LCS.

Kedua negara Eropa tersebut baru-baru ini juga mendorong keterlibatan lebih lanjut di Pasifik.

China telah mendapat kecaman internasional yang meningkat, terutama dari pemerintah AS, atas perilakunya di LCS dan terus mengirim kapal sipil yang dikendalikan militer dan pemerintah ke wilayah tetangganya di Asia Tenggara.

Baca Juga: Isu Mendagri Tito Karnavian Positif Covid-19, Kemendagri Benni Irwan: Sama Sekali Tidak Benar!

Tak hanya itu,  baru-baru ini di Indonesia, satu negara yang berada di seberang Selat Malaka, mencela China karena mengirim kapal China Coast Guard (CCG) ke perairannya selama akhir pekan.***(Beryl Santoso/Zona Jakarta)

Editor: Mualifu Rosyidin Al Farisi

Sumber: Zona Jakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x