LINGKAR KEDIRI – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis menegaskan bahwa kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan minuman keras (miras).
"Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan," kata Cholil kepada wartawan di Jakarta, Senin 1 Maret 2020, menanggapi kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di beberapa provinsi.
Baca Juga: Kemendikbud Beri Kebijakan Baru Pada Bantuan Kuota Internet 2021, Begini Mekanismenya
Baca Juga: Kemendikbud keluarkan Surat Edaran Soal Ujian, Benarkah UN 2021 Ditiadakan
"Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja," ujar Cholil.
Cholil berpendapat pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.
"Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat, karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. Mungkin untungnya bagi investasi iya, tapi mudaratnya bagi investasi umat," kata Cholil.
Baca Juga: Kemendikbud Beri Kebijakan Baru Pada Bantuan Kuota Internet 2021, Begini Mekanismenya
Baca Juga: Kemendikbud keluarkan Surat Edaran Soal Ujian, Benarkah UN 2021 Ditiadakan
"Karena kita larang saja masih beredar, kita cegah masih lolos, bagaimana dengan dilegalkan apalagi sampai eceran dengan dalih empat provinsi, tapi, kan, nyebar ke provinsi lain, karena hasil investasi tak sebanding dengan rusaknya bangsa ini," ujar Cholil.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga mengkritik kebijakan pemerintah membolehkan industri minuman keras.
Baca Juga: Kemendikbud Beri Kebijakan Baru Pada Bantuan Kuota Internet 2021, Begini Mekanismenya