Undang-Undang Omnibus Law, Berikut Aktor Penting Dibalik Pembuatan Serta Pengesahan UU Kontroversial

- 14 Oktober 2020, 10:52 WIB
Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law.
Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law. /ANTARA FOTO/Didik Suhartono/

Lingkar Kediri-Aksi demonstrasi yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia pada beberapa hari lalu terus memantik tanggapan dari berbagai pihak.

Aksi tersebut lantaran adanya protes berbagai kalanan dalam menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang disahkan pada Senin 5 Oktober lalu.

UU sapu jagat itu merombak banyak hal demi kemudahan investasi seperti perizinan usaha, ketenagakerjaan, hingga perpajakan.

Baca Juga: Aktivis KAMI Ditangkap, Profilnya dari Relawan Jokowi Hingga Sempat Dipenjara Akibat Mendagri

Untuk diketahui, pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ditingkat I pada tanggal 3 Oktober 2020 ditandai dengan pandangan mini Fraksi, hanya dua fraksi yang menolak yaitu

Demokrat dan PKS menolak pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja diteruskan ke tingkat II yaitu paripurna pengesahan.

Sedangkan 7 fraksi lainnya setuju dilanjutkan ke paripurna, keputusan Badan Legislatif dan Pemerintah.

Berkaitan dengan Undang-undang Omnibus Law, Menurut Koalisi Bersihkan Indonesia ada 12 aktor penting dalam pembuatanya.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari ini 14 Oktober 2020: GTV, Trans 7 Hingga Indosiar

Hal tersebut disampaikan Juru bicara Koalisi Bersihkan Indonesia Merah Johansyah dalam keterangan persnya, Jumat 9 Oktober 2020 lalu.

Koalisi Bersihkan Indonesia tergabung dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Greenpeace Asia Tenggara, Auriga Nusantara, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Berdasarkan analisis profil para satgas dan anggota Panja Omnibus Law DPR, terdapat 12 aktor penting yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang terutama batu bara.

12 orang itu antara lain Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani dan Arteria Dahlan.

Johansyah menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang berperan sebagai pembentuk tim Satgas Omnibus, terhubung dengan PT Multi Harapan Utama.

Yakni sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menurutnya, luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara dengan luas kota Surabaya.

Baca Juga: Jadwal TV 14 Oktober 2020: ANTV Suguhkan Banyak Genre India, FTV di SCTV Tak Kalah Menarik

Sementara itu, Ketua Kadin yang juga Ketua Satgas Omnibus Law, Rosan Roeslani disebut terhubung dengan 36 entitas bisnis.

Puluhan bisnis itu mulai dari perusahaan di bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga pertambangan batubara.

“Rosan juga tercatat sebagai anggota Indonesia Coal Mining Association. Pada Pemilu Presiden 2019, Rosan juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin,” urai Johansyah.

Sementara itu, lanjut Johansyah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terkait dengan perusahaan pertambangan batu bara.

Menurut laporan Coalruption, Rita mengangkat Azis sebagai komisaris perusahaan tambang batu bara milik ibunya, Sinar Kumala Naga.

Selain itu, Johansyah juga membeberkan sembilan aktor intelektual di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka dari sektor batubara lainnya.

Yakni Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar dan Lamhot Sinaga disebut memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara.

Baca Juga: Terkini! Harga Emas Rabu 14 Oktober 2020: Antam, Antam Batik, Retro dan UBS

Diberitakan sebelumnya adapun poin-poin yang ditolak buruh dan pekerja dalam Undang-Undang Omnibus Law adalah sebagai berikut:

1. Penghapusan Upah Minimun Kota/Kabupaten (UMK)

UU Cipta Kerja akan menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Sedangkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai UMK tidak perlu diberikan syarat, karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.

Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.

2. Pemangkasan Nilai Pesangon

Pemangkasan pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, dimana pesangon selama 19 bulan dibayar pengusaha, dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Vaksin Covid 19 Didatangkan November Nanti, Simak Pihak Mana Saja yang Akan Dapat Prioritas

3. Tak Ada Batas Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Dengan adanya PKWT yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak, berarti kontrak tersebut dapat berlaku sampai seumur hidup.

4. Karyawan Kontrak dan Outsourcing Seumur Hidup

Pada poin keempat ini, KSPI mengatakan bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab, masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.

5. Jam Kerja Eksploitatif

Dengan adanya jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas ini, jelas dinilai sangat merugikan fisik dan waktu para pekerja atau buruh.

Baca Juga: Hasil Pertemuan PT LIB Bersama Perwakilan Klub, Mengenai Kelanjutan Shopee Liga 1 2020

6. Penghilangan Hak Cuti dan Hak Upah Atas Cuti

Penghilangan hak buruh dan pekerja untuk cuti dan upah atas cutinya ini ditentang berbagai pihak.

Pernyataan kontra juga juga disuarakan oleh Komisi Nasional (Komnas), pihaknya mengatakan perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.

7. Ancaman Hilangnya Pensiun dan Kesehatan Buruh

UU tersebut juga mengancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan para pekerja dan buruh, lantaran adanya kontrak yang tidak terbatas waktu alias seumur hidup.***

 

Editor: Zaris Nur Imami


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x