Sebelumnya Mahfud mengungkapkan, sekitar tahun 1960-an, Presiden Soekarno memerintahkan pembubaran Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) usai kedua partaim politik tersebut terlibat dalam Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Mahfud memastikan, Masyumi maupun PSI sudah membubarkan diri akibat terlibat pemberontakan terhadap negara kala itu, dan ia yakin tak ada kaitannya dengan Masyumi yang baru dibentuk saat ini.
Baca Juga: Grand Prix Eropa: Kembalinya Rossi, dan Munculnya Rival Baru Tahun Depan
Mahfud lanjut menuturkan, sebenarnya kala itu baik Partai Masyumi maupun PSI menolak perintah Soekarno untuk bubar.
Karena Masyumi berpandangan, anggota-anggota mereka yang terlibat dalam pemberontakan PRRI itu sudah tidak lagi menjadi kader internal partai.
Namun Soekarno tegas, Masyumi dan PSI tetap dibubarkan.
Baca Juga: Yuk Kenali Bahaya Diare: Mulai Keluar Cairan Hingga Darah
Soekarno memerintahkan Ketua Mahkamah Agung (MA), Wirjono Prodjodikoro, mengeluarkan fatwa bahwa Masyumi dan PSI membubarkan diri sesuai PNPS.
"Tapi setelah enam tahun kemudian, Bung Karno jatuh (1966), Wirjono Prodjodikoro mengeluarkan petisi bahwa perintah pembubaran Masyumi dan PSI oleh presiden (Soekarno) itu bertentangan dengan konstitusi," ujar Mahfud.***