LINGKAR KEDIRI - Lebih dari separuh danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal 1990-an, terutama karena krisis iklim dan konsumsi manusia, menurut sebuah penelitian.
Kuil di Pulau Louxingdun biasanya terendam sebagian di bawah Danau Poyang, tetapi menghadapi tingkat air yang rendah akibat kekeringan regional di Lushan, provinsi Jiangxi, China pada tahun 2022.
Sebuah tim peneliti internasional melaporkan bahwa beberapa sumber air tawar terpenting di dunia dari Laut Kaspia antara Eropa dan Asia, hingga Danau Titicaca di Amerika Selatan telah mengalami dehidrasi dengan laju kumulatif sekitar 22 gigaton per tahun selama hampir 3 dekade.
Baca Juga: Inilah Skenario 8 Klub Liga Inggris untuk Mengikuti Piala Eropa di Musim Depan
Fangfang Yao, ahli hidrologi di University of Virginia yang memimpin penelitian yang diterbitkan 18 Mei di jurnal Science, mengatakan 56 persen penurunan danau alami disebabkan oleh pemanasan global dan tingkat konsumsi manusia.
Ilmuwan iklim umumnya berasumsi bahwa daerah gersang di dunia akan menjadi lebih kering akibat perubahan iklim, sedangkan daerah basah akan menjadi lebih basah. Tetapi penelitian menunjukkan kehilangan air yang signifikan bahkan di daerah lembab.
Baca Juga: Pertempuran Israel dan Gaza Pecah Setelah Kematian Mengejutkan Khader Adnan Senior Gerakan Jihad
"Ini tidak boleh diabaikan," kata Fangfang Yao.
Para ilmuwan mengevaluasi hampir 2.000 danau besar menggunakan pengukuran satelit yang dikombinasikan dengan model iklim dan hidrologi.