Dilansir dari akun Twitter pribadi Mendagri Prancis @GDamarnin, ia menyampaikan pernyataan dan komentarnya atas insiden yang sedang memanas di negaranya tersebut kepada publik pada Jumat, 30 Oktober 2020.
La grandeur de notre démocratie, sa force, c’est de pouvoir dire aux Français que dans un cadre légal, on peut battre les plus grandes barbaries.
L’islamisme est une forme de fascisme du XXIe siècle, un extrémisme que nous devons combattre.#RTLMatin pic.twitter.com/SwKbPda3Xb— Gérald DARMANIN (@GDarmanin) October 30, 2020
Gerald Damarnin menyampaikannya melalui unggahan video dari radio dan media Prancis RTL.
Baca Juga: Pasca Gempa Turki dan Yunani, Pakar Seismologi: Potensi Gempa Susulan Hingga Beberepa Minggu Kedepan
Kepala Polisi Kota Nice, Richard Gianotti juga angkat biacara, ia mengatakan bahwa simbol republik atau agama Kristen adalah target yang potensial untuk target serangan kedepannya.
"Kami harus waspada, kami harus waspada," ujar Richard.
Kedutaan Prancis juga disuruh untuk meningkatkan keamanan negara.
Baca Juga: Gempa Magnitudo 7 dan Tsunami Kecil di Turki : 20 Meninggal, 800 Luka dan Belasan Bangunan Roboh
Sebelumnya, polisi menggunakan Taser dan peluru karet untuk menumbangkan seorang pria di Paris pada hari Jumat kemarin, lantaran pria tersebut mengancam petugas dengan dua pisau yang dipengangnya. Namun, motifnya dari perlawanan pria tersebut belum jelas.
Di Kota Nice, penduduk berduka atas para korban dari serangan kedua oleh umat Muslim dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Juli 2016 silam, seorang militan mengendarai truk dan menabrak kerumunan orang di pinggir laut yang sedang merayakan 'Bastille Day' yang merupakan salah satu hari nasional Prancis. Atas insiden tersebut, 86 orang dilaporkan tewas.