Hukuman Mati Terkait Kasus Mensos, Firli: Kita Dalami

7 Desember 2020, 09:20 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu, 6 Desember 2020. /ANTARA/Galih Pradipta/aww /

LINGKAR KEDIRI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait wacana penerapan hukuman mati terkait kasus Mensos, Juliari Peter Batubara.

Kasus korupsi yang menyeret Menteri Sosial, Juliari P. Batubara dan empat orang lainnya sebagai tersangka menjadi perhatian publik karena sebelumnya Ketua KPK, Firli Bahuri sempat mengingatkan bahwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat bencana seperti wabah COVID-19 yang terjadi saat ini, dapat diancam dengan hukuman mati.

"Apalagi di saat sekarang, kita sedang menghadapi wabah COVID-19. Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," kata Firli beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Luar Biasa! China Mampu Membuat Matahari Buatan, Ini Fungsinya

Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami penerapan pasal pidana mati terkait korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020 tersebut.

"Saya memahami, kami sangat mengikuti apa yang menjadi diskusi di media terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait pengadaan barang jasa," kata Firli seperti dikutip Lingkar Kediri dari ANTARA.

Hal tersebut dikatakannya di sela jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu terkait penahanan Juliari dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial Adi Wahyono (AW).

"Karena unsur-unsurnya adalah satu setiap orang artinya ada pelaku, kedua ada perbuatan ada sifat melawan hukum dengan sengaja untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Itu kita dalami tentang proses pengadaan barangnya," tutur Firli.

Baca Juga: Juliari Batubara Terseret Kasus Korupsi Bansos COVID-19, Ini Pembelaan Pihak Kemensos

Namun, ia mengatakan bahwa saat ini lembaganya masih fokus terhadap kasus suap yang menjerat Juliari dan kawan-kawan tersebut.

"Tetapi perlu diingat yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, itu yang kita gelar hari ini," ucap Firli.

Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:

Baca Juga: Mungkinkah Hukuman Mati Bagi Koruptor Bansos COVID-19? Ini Kata Pakar Hukum

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 miliar (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Baca Juga: Kelaparan di Pulau Bali Semakin Meluas, Akibat Pandemi dan Sektor Pariwisata yang Belum Pulih

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.***

Editor: Zaris Nur Imami

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler