LINGKAR KEDIRI – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Sutanto menyetujui Kementerian Perindustrian terkait dengan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor secara bertahap selama tahun 2021.
Skenario relaksasinya bertahap, yaitu tarif 100% pada Maret-Mei, tarif 50% pada Juni-Agustus, dan tarif 25% pada September-November 2021.
Relaksasi PPnBM tersebut, menurutnya, dapat berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat terhadap produk otomotif.
Baca Juga: Hati-Hati! Overthinking Dapat Mempengaruhi Kesehatan Fisik dan Mental Kalian
Baca Juga: Beras Kencur Valentine, Minuman Tradisional Kekinian yang Menemani Dihari Kasih Sayang
Sutanto mengatakan, pemberian stimulus tersebut juga telah diterapkan di beberapa negara untuk mendorong pemulihan di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, dengan penyesuaian terhadap tarif PPnBM di PP 73/2019 bermanfaat untuk menggairahkan kembali serta meningkatkan investasi industri otomotif.
Pemerintah telah melakukan konsultasi dengan DPR untuk melakukan relaksasi PPnBM.
Ada empat poin utama dari usulan pemerintah yakni pengaturan PPnBM berdasarkan konsumsi bahan bakar dan emisi gas karbon dioksida (Co2)— makin rendah emisi, kian rendah pajak.
Selanjutnya, pengelompokan mobil bermesin 3.000 cc dan di atas 3.000 cc; tak membedakan sedan dan non sedan, dan insentif untuk KHB2 (LCGC), hybrid, flexy engine hingga kendaraan listrik.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan skema baru PPnBM untuk mobil di dalam rapat konsultasi bersama Komisi Keuangan DPR.
Dalam pemaparannya, Sri Mulyani menerangkan bahwa skema baru PPnBM tersebut bakal menaikkan penerimaan negara.
Perubahan skema PPnBM itu meliputi dasar pengenaan, pengelompokan kapasitas mesin, pengelompokan tipe kendaraan, prinsip pengenaan, hingga program insentif.
Saat ini, pengenaan pajak penjualan barang mewah itu dikenakan berdasarkan kapasitas mesin.
Baca Juga: Benarkah Pemerintah Alokasikan Rp.50,7 Trilliun untuk Dana Bansos 2021? Simak Begini Faktanya
Pada skema anyar, pengenaan pajak didasari oleh konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida.
Berdasar aturan yang ada sekarang, pengelompokan mesin terkait PPnBM saat ini terbagi beberapa kelompok, yaitu mesin diesel dengan ukuran kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, serta ukuran di atas 2.500 cc.
Serta, mesin berbahan bakar gasoline dengan kapasitas kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, 2.500-3.000 cc, serta lebih dari 3.000 cc.
“Usulannya menjadi dua kelompok, yaitu di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc,” ujar Sri Mulyani.
Perubahan juga diusulkan pada tipe kendaraan dari sebelumnya dibedakan antara sedan dan non sedan, tak membedakan tipe mobil lagi. Berikutnya, prinsip pengenaan PPnBM juga bakal diubah.
Sebelumnya, semakin besar kapasitas mesin maka tarif pajaknya juga besar. Nantinya, prinsip pengenaannya adalah semakin rendah emisi, maka semakin rendah tarif pajak.
Baca Juga: Barcelona Tumbang dari Sevilla Dengan Skor 0-2, Ronald Koeman: Kemenangan Sevilla Adalah Hadiah
Terakhir usulan itu juga melingkupi insentif. Saat ini, insentif hanya diberikan kepada mobil berjenis Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Dengan perubahan itu, insentif juga bakal diberikan untuk kendaraan roda empat dengan jenis hybrid electric vehicle, plug-in HEV, flexy engine, dan mobil listrik.***