Menko PMK Muhadjir Ungkap Penanganan Limbah Medis di Indonesia Belum Memadai

18 Februari 2021, 10:30 WIB
Menko Bidang PMK Muhadjir Effendy. /Twitter.com/@kemenkopmk

 

LINGKAR KEDIRI – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan kondisi penanganan limbah medis di beberapa fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) belum memadai.

Dia menyebutkan jumlah fasyankes yang mempunyai fasilitas pengolah limbah medis berizin atau incinerator baru berjumlah 120 Rumah Sakit (RS) dari total 2.880 RS di Indonesia. Kemudian, hanya ada 5 RS yang memiliki autoclave atau alat pemanas tertutup.

"Penanganan limbah medis masih menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani. Apalagi, di era pandemi COVID-19, jumlah produksi limbah medis di fasyankes meningkat tajam," kata Muhadjir dalam keterangan resminya sebagaimana dikutip Lingkar Kediri, Kamis, 18 Februari 2021.

 Baca Juga: BOCORAN Ikatan Cinta 18 Februari 2021 : Elsa Terpojok Dan Jatuh Miskin, Al Dan Angga Akan Temukan Bukti?

Baca Juga: Anda Pecinta Kuliner? Begini Cara Membuat Soto Kudus Gurih dan Enak

Dia menyebutkan berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas bahwa potensi peningkatan timbunan limbah medis akibat penggunaan alat pelindung diri (APD) mencapai 3-4 kali dari jumlah sebelumnya.

Sebagaimana data tahun 2020 di Provinsi Jawa Timur bahwa dari total limbah medis yang dihasilkan sebanyak 34.891,940 Kg. Sedangkan kapasitas pengolahan di fasyankes hanya 6.864 Kg.

"Meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 mengakibatkan bertambahnya jumlah limbah medis fasyankes. Namun demikian, faktanya banyak rumah sakit yang belum memiliki pengolahan limbah on-site," ujarnya.

 Baca Juga: Coba Cek Hubunganmu! 8 Hal Ini Membuktikan Bahwa Pria Benar-Benar Mencintaimu

Padahal, kata Muhadjir, semua Provinsi seharusnya mempunyai alat pengolah limbah medis di daerahnya. Sehingga, penanganan limbah medis dapat diselesaikan di setiap daerah dengan konsep pengelolaan limbah medis berbasis wilayah sesuai amanat Permenkes No. 18/2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasyankes Berbasis Wilayah.

Sebagaimana juga yang tertuang dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tegas mengatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) wajib melakukan pengelolaan limbah B3.

Apabila setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan ke pihak lain dan wajib mendapatkan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

 Baca Juga: Mengejutkan, Inilah Perbedaan Otak Laki-laki Dan Perempuan yang Nampak Nyata Tapi Tak Pernah Disadari

Namun, apabila pengelolaan limbah B3 tidak dilakukan dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan, UU tersebut juga mengatur ketentuan pidana dalam bentuk pidana penjara dan denda.

"Ini penting, karena dampak dari pengelolaan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti tertusuk benda tajam, hepatitis, bahkan HIV," tegasnya.

Dia menerangkan pada dasarnya ada empat prinsip pengolahan limbah B3. Pertama, semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab menggunakan metode pengelolaan limbah yang aman dan ramah lingkungan.

 Baca Juga: Yuk Mengenal Cowok Pisces Romantis tapi Sensitif, Wanita Harus Tau Nih!

Kedua, mengedepankan kewaspadaan tinggi. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat spesifik khusus limbah COVID-19 yaitu mengatur prinsip kesehatan dan keselamatan serta prinsip kedekatan dalam penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko pada pemindahan.

Meski demikian, dia mengakui berkaitan dengan penanganan limbah medis di Indonesia memang masih menemui beberapa kendala yang harus dibenahi. Khususnya fasyankes di daerah Indonesia timur dan daerah terpencil serta kepulauan.

Dia menyampaikan beberapa kendala tersebut diantaranya seperti regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antar lembaga, Sumber Daya Manusia (SDM), sarana prasarana, perizinan, peran swasta dan pembiayaan.

 Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan Akan Fokus untuk Memperluas Kesempatan Kerja Sebagai Solusi Ketenagakerjaan

Dia mencontohkan seperti pengangkutan limbah medis yang diketahui hanya ada sebanyak 165 jasa pengangkutan yang berizin. Kondisi itulah yang menurutnya menyebabkan pengangkutan belum dapat menjangkau semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Kondisi inilah yang menyebabkan pengelolaan limbah di daerah, khususnya luar Pulau Jawa, mengalami kendala dan harus segera kita benahi," ucapnya.

Editor: Zaris Nur Imami

Sumber: Siaran Pers Kemenko PMK

Tags

Terkini

Terpopuler