Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Berujung 6 Mahasiswa UPB Kritis!

8 Oktober 2020, 13:57 WIB
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mamuju Bergerak berdemo di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Mamuju, Rabu (7/10/2020). Mereka menuntut pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR, karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia. /Akbar Tado /ANTARA FOTO

LINGKAR KEDIRI – Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja menuai penolakan dari berbagai pihak, karena dinilai Omnibus Law memangkas hak para buruh. Penolakan muncul dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari buruh, pekerja bahkan mahasiswa ikut turun ke jalan.

Sebanyak enam Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa (UPB) dilarikan ke rumah sakit karena kondisi kritis pasca bentrok saat demo tolak Omnibus Law, di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, pada Rabu 7 Oktober 2020.

"Enam orang dalam kondisi cukup kritis, satu mahasiswa masih dalam tindakan serius karena terus mengalami pendarahan," tutur Humas Universitas Pelita Bangsa, Nining Yuningsih, Rabu (7/10).

Baca Juga: Jokowi Minta Kebut 40 Aturan Turunan Omnibus Law, Airlangga: Walaupun UU Memberikan Tiga Bulan

Enam mahasiswa tersebut dibawa ke dua rumah sakit berbeda, dikarenakan tingkat kritis yang memerlukan penangan berbeda. Tiga diantaranya dibawa ke RS Harapan Keluarga dan tiga lainnya ke RS Karya Medika.

Humas Universitas Pelita Bangsa menjelaskan mengenai kabar di media sosial yang menyebutkan ada satu mahasiswa UPB meninggal, bahwa berita itu HOAX.

Mahasiswa yang dirujuk ke rumah sakit didominasi ada luka pendarahan dibagian kepala hingga pelipis, ia belum dapat memastikan mengenai luka tersebut akibat peluru karet atau bukan, meski laporan dari mahasiswa yang turun mengikuti demo mengatakan luka tersebut akibat peluru karet.

Baca Juga: Demo Besar Penolakan Omnibus Law Cipta Kerja, Arif Maulana: Kepolisian Tidak Netral

"Namun kabar mahasiswa kami meninggal dapat kami tegaskan bahwa itu tidak benar," tegas Nining.

Menurut konfirmasi pihak lain, yaitu Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kabupaten Bekasi, Yogi trinanda, ia mengabarkan mengenai bentrokan dengan polisi saat demo UU Cipta Kerja. Ia menjelaskan bahwa tiga rekannya harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.

"Tiga mahasiswa, Dua luka di kepala, satu luka di rahang pipi," ujar Yogi, Rabu (7/10).

Baca Juga: Satire! Gedung DPR RI Beserta Isinya Dijual Murah di Online Shop, Mulai Rp 1.000!

Ketiga korban tersebut, salah satunya adalah rekan Yogi sesame GMNI, seorang lagi dari organisasi lain, dan yang ketiga diketahui tidak terlibat dalam organisasi kemahasiswaan.

Yogi menambahkan, ketiga mahasiswa terseut dilarikan ke rumah sakit dan menjalani perawatan, salah satunya harus dijahit, lalu salah satu lainya harus opname di rumah sakit tersebut.

Ia menjelaskan kronologinya, mahasiswa yang berasal dari UPB yang pada rabu siang melakukan demo penolakan UU Cipta Kerja. Mereka berangkat dari kampus untuk menuju kawasan Jababeka sekitar pikul Sembilan pagi.

Baca Juga: Mengungkap Mitos Ratu Kidul Tsunami Purba dan Potensi Tsunami 20 Meter Selatan Pulau Jawa, Simak!

Namun, perjalanan mereka sempat dihentikan oleh pihak kepolisian. Namun setelah bernegosiasi, mendapat kesepakatan mahasiswa hanya boleh berangkat hingga tegah kawasan Jababeka satu, dan dilarang mendekati jalan tol.

Setelah bergerak lagi, belum sampai titik yang telah menjadi kesepakatan, mahasiswa kembali diberhentikan oleh pihak keamanan. Disitulah mulai terjadi keributan pada Rabu sore kemarin.

Lantas setelah kejaian tersebut, Yogi memastikan bahwa ia dan rekan-rekan mahasiswa tidak akan berhenti sampai disitu, aksi penolakan UU Cipta Kerja akan terus mereka lanjutkan, tegasnya.

Baca Juga: Angka Terjadinya Bencana Gempa Bumi di Indonesia Meningkat Drastis, Hampir 12.000 Setiap Tahun

Menyikapi kekerasan terhadap mahasiswa tersebut, Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna, menyerukan kepada pihak aparat keamanan agar tak represif dalam mengamankan demonstrasi.

"Pengamanan memang perlu, Tapi tidak perlu berlebihan dan tidak perlu represif. Karena ini penolakan biasa. Masyarakat mengungkapkan pikirannya bagian dari demokrasi, dilindungi undang-undang dasar," ucap Arjuna.

"Di Bekasi, kader kami jadi korban tindakan represif aparat keamanan. Jadi kami sangat menyesalkan aparat yang seharusnya melindungi. Bukan menggebuk agar mahasiswa tidak berdemonstrasi," tambahnya.

Baca Juga: Omnibus Law Disahkan, Media Luar Negeri ‘Prihatin’, Susi Pudjiastuti: Investor Mana Yang Datang?

DPP GMNI akan menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap peserta aksi, dengan melaporkannya ke Komnas Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami akan melaporkan ke Komnas HAM, karena setiap mengamankan aksi demonstrasi aparat memiliki protap. Tidak bisa sembarang pukul," pungkas Arjuna.***

Editor: Alfan Amar Mujab

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler