Arsip Rahasia G30S PKI Diungkap Badan Intelijen AS, CIA Sebut Dalangnya Adalah Soeharto, Benarkah?

30 September 2020, 20:18 WIB
Tujuh pahlawan revolusi yang menjadi korban penculikan pada G30S PKI. /Dok. Pikiran Rakyat.

LINGKAR KEDIRI - Hari ini, tepat pada 30 September 2020, merupakan salah satu peristiwa bersejarah di Indonesia. Peringatan G30S PKI atau Gerakan 30 September/PKI diperingati setiap tanggal 30 pada bulan September setiap tahunnya.

Beberapa fakta mengejutkan dari peristiwa G30S PKI ini juga berhasil diungkap oleh Badan Intelijen Luar Negeri Amerika Serikat (CIA).

Beberapa stasiun televisi di Indonesia juga menayangkan Film berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pada saat-saat menjelang atau tepat pada 30 September. Bagi Anda yang ingin menyaksikannya, dapat menyimak link live streaming yang ditulis Lingkar Kediri.

Baca Juga: Link Live Streaming TvOne G30S/PKI: Penumpasan Pengkhianatan G30S-PKI Malam ini

Baca Juga: Live Tv One, ILC: Ideologi PKI Masih Hidup? ini Link Live Streaming Gratisnya

Peristiwa kelam itu terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober tahun 1965 silam, diketahui menjadi momen pembantaian tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang yang dibunuh.

Pembunuhan itu dilakukan hanya dalam waktu satu malam, kemudian jasad mereka dibuang ke lubang buaya dalam waktu yang hampir bersamaan. 

Bahkan peristiwa besar ini juga dituangkan ke dalam film "G30S/PKI" yang sering diputar dan disaksikan secara bersama-sama oleh masyarakat Indonesia setiap tahun pada 30 September.

Baca Juga: Kisah Pilu G30S PKI: 10 Perempuan Tertuduh yang Jadi Korban Salah Tangkap Pembunuh Para Jenderal

Hal tersebut dilakukan untuk mengenang peristiwa besar yang pernah terjadi di Indonesia ini.

Kisah G30S PKI yang menjadi sebuah pertempuran berdarah sampai saat ini masih menjadi kisah pertempuran yang penuh misteri.

Bahkan ada beberapa fakta mengejutkan dari peristiwa G30S PKI ini yang berhasil diungkap oleh Badan Intelijen Luar Negeri Amerika Serikat (CIA).

Baca Juga: Waspada PKI dan Proxy War! Gatot Nurmantyo: 90 persen Generasi Muda Tidak Percaya Komunis Gaya Baru

Berdasarkan laporan dari Badan Intelijen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan jika ada beberapa data rahasia dari peristiwa berdarah itu.

CIA memberanikan diri untuk membuka arsip memo singkat harian untuk presiden (PDB) periode 1961-1965, sebagaimana dilansir KabarLumajang.com dari laman Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66.

Arsip-arsip tersebut diketahui berkaitan dengan upaya kudeta di Indonesia. Dari arsip tersebut memperlihatkan jika terdapat belasan ribu halaman memo harian CIA yang merujuk UU dengan status rahasia negaranya telah kedaluwarsa.

Baca Juga: Tuding Ada Komunis Dibalik Pemerintahan , Gatot Nurmantyo Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi

Salah satu fakta utama dari Gerakan 30 September di Jakarta itu diungkapkan seperti teori beberapa akademisi, salah satunya John Roosa.

Sebagaimana diberitakan KabarLumajang pada artikel "Inilah Fakta Peristiwa G30S PKI yang Berhasil Diungkap Oleh CIA", dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal pada PKI.

Sementara merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA menyatakan bahwa saat itu Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI.

Baca Juga: Ngaku Pernah Hajar Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Elite PKPI: Apalagi Sudah Bukan Siapa-siapa

Dari sini , CIA berusaha untuk memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru itu.

Situasi Indonesia kala itu masih sangat membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden.

Namun sayangnya, catatan dari memo tersebut sebagian tetap disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih agar tidak terlalu mudah diakses publik.

Baca Juga: Indonesia Siaga Penuh! Pemberontakan Timor Leste Hampir Membunuh Ramos Horta Kala itu

Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965 adalah manuver politik terkait perang dingin.

Teori keterlibatan Amerika Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku, ‘Tjakrabirawa’.

Sasaran penculikan dalam peristiwa tersebut adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD).

Dari sini , kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha mengobok-obok Indonesia. Para jenderal yang diculik sebagian besar adalah tokoh penting yang menentukan arah perkembangan Angkatan Darat.

Baca Juga: APBN Remuk, Xanana Gusmao Suruh Rakyatnya Hengkang dari Timor Leste

Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.

Dalam penjelasan Petrik, sekitar pukul 02.00 dini hari pada 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dul Arif juga sempat menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno.

Baca Juga: Timor Leste Krisis, Ramos Horta: Bank BUMN Indonesia Pembunuh Ekonomi!

Itulah kenapa jika para Jenderal itu perlu ditangkap demi bisa menyelamatkan Presiden Soekarno. Skenario ini ternyata dipahami oleh semua anggota pasukan.

Pasukan tersebut percaya dan tidak lama kemudian mereka malah diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.

Hingga drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan.

 

Baca Juga: Timor Leste Kelaparan, Singgung Mi Instan dan Rokok Indonesia pula! Jose Ramos Horta Maunya Apa?

Tragedi 1965 berakhir menyedihkan karena setidaknya satu juta warga sipil di berbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, dianggap mendukung G30S dan dibantai dalam periode 18 bulan saja.

Kini, negara telah menjunjung tinggi HAM agar peristiwa berdarah seperti G30S PKI tidak terulang kembali.*** (Joko Kurniawan/Kabar Lumajang)

Editor: Mualifu Rosyidin Al Farisi

Sumber: Kabar Lumajang

Tags

Terkini

Terpopuler