Mahfud MD: Korupsi Era Reformasi Lebih Meluas daripada Era Orde Baru

- 27 Mei 2021, 06:00 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. /Instagram.com/@mohmahfudmd

 

LINGKAR KEDIRI - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan, korupsi era reformasi ini lebih meluas dari pada era Orde Baru.

Zaman Orde Baru terjadi korupsi besar-besaran, tapi terkonsentasi dan diatur melalui jaringan korporatisme oleh pemerintahan saat itu.

Baca Juga: Terjadi Bencana Alam Mengerikan di Tahun 2021, Mbak You: Pulau Jawa Akan Tenggelam karena Air Laut Naik

"Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan," ujar Mahfud.

Hal itu tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN.

Baca Juga: Ariel Noah Diramalkan Akan Menikah di Tahun Ini dengan Artis Berinisial A, Begini Ramalan Lengkap Mbak You

"Penyebutan itu ada di Tap MPR, UU, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan lainnya," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, akan tetapi setelah reformasi, korupsi makin meluas. Sekarang ini, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif tetapi sudah meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif dan secara vertikal dari Pusat sampai ke daerah-daerah.

Baca Juga: Denny Darko Terawang Perseteruan Putri Anne dengan Penggemar Ikatan Cinta, Ungkap Setiap Upaya Jadi Masalah

"Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal," ujarnya.

Menurut dia, kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan pemerintah, tetapi sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi sudah ada berbagai negosiasi proyek untuk APBN dan APBD.

Baca Juga: Gerhana Bulan Total Sebabkan Air Laut tinggi Hingga Banjir Rob, BMKG Himbau Masyarakat Waspada dan Siaga

Mahfudz menengarai banyak yang masuk penjara karena jual beli APBN dan Perda.

"Saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja," ujar Mahfud.

Mahfudz menambahkan, semua itu dilakukan atas nama demokrasi dan pemerintah tidak mudah untuk menindak karena di dalam demokrasi, Pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya.

Baca Juga: Poligami Uje Seret Nama Artis, Umi Pipik Ungkap Istri Kedua Dari Desa

Itulah sebabnya, Mahfud mengaku paham dengan istilah "demokrasi kriminal" yang pernah dilontarkan Rizal Ramli.

"Situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi," ujarnya.

Baca Juga: Poligami Uje Seret Nama Artis, Umi Pipik Ungkap Istri Kedua Dari Desa

Kunci penyelesaian, menurut dia, tak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan, sebab aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi.

"Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan," ujarnya.

Baca Juga: Gerhana Bulan Total Sebabkan Air Laut tinggi Hingga Banjir Rob, BMKG Himbau Masyarakat Waspada dan Siaga

Oleh karena itu, kata dia, demokrasi perlu ditata ulang dengan keluhuran moral para aktornya agar yang tumbuh adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal.

"Ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik, jika moralitas politik bagus maka hukum dan penegakannya akan bagus. Tapi jika moralitas politik jelek maka hukum dan penegakannya juga akan jelek," ujarnya.***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah