Kerugian Investasi Bodong Capai Rp92 Triliun, OJK: Buruknya Tata Pemerintahan dan Penyimpangan Moral

- 22 Oktober 2020, 16:18 WIB
Ilustrasi investasi bodong.*
Ilustrasi investasi bodong.* /Pexels/Pixabay

LINGKAR KEDIRI - Dalam kurun waktu 10 tahun, kasus investasi ilegal alias investasi bodong nilai kerugiannya mencapai Rp92 triliun. Nilai sebesar itu terhitung dalam kurun waktu dari 2009 hingga 2019.

Oleh sebab itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menekan kasus investasi bodong.

Luthfy Zain Fuady, selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK mengungkapkan sebuah pernyataannya dalam seminar Capital Market Summit & Expo 2020 di Jakarta, Kamis 22 Oktober 2020.

Baca Juga: Bantuan Kuota Belajar Kemdikbud Masih Akan Berlangsung Hingga Desember, Simak Ketentuannya!

Baca Juga: Aplikasi KESAN Siap Bantu UMKM Para Santri dengan Fitur U-Mart, Wapres: Diharapkan Jadi E-Commerce

Ia menuturkan, jumlah senilai hampir Rp100 triliun tersebut akan berat jika dibandingkan dengan pertumbuhan market cap (kapitalisasi pasar) Indonesia per tahunnya.

"Ini jumlah yang tidak sedikit. Apalagi kita bandingkan dengan pertumbuhan market cap kita, per tahunnya untuk mencapai angka Rp100 triliun agak berat juga," ucap Luthfy, dikutip dari laman ANTARA, 22 Oktober 2020.

Luthfy menambahkan, jumlah yang tidak bisa dikatakan 'Kecil' tersebut perlu upaya lebih untuk mengatasinya.

Baca Juga: Cara Daftar BPUM Resmi di Kantor Terdekat Hingga Cair, Dapat Dicek Online di Link EForm BRI Berikut

"Artinya jumlah ini jumlah yang tidak kecil. Menyadari hal tersebut, berbagai upaya perlu kita lakukan, baik dari perbaikan regulasi, penguatan kewenangan, dan upaya-upaya koordinasi lintas kementerian/lembaga dan tentu saja kegiatan edukasi dan literasi yang terus menerus harus dilakukan," paparnya.

Ia mengatakan, korban investasi bodong alias ilegal tersebut masih terus berjatuhan di Indonesia.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi Pemerintah RI termasuk juga OJK.

Baca Juga: Tenang, BLT BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 2 Dipastikan Siap Cair Awal Bulan, Simak Penjelasannya..

Lembaga OJK akan berperan dalam memberikan perlindungan yang optimal bagi masyarakat dari ancaman investasi ilegal tersebut. Tak lain, fungsi OJK sendiri sebagai regulator bidang investasi di Tanah Air.

Faktanya, kerugian yang diderita masyarakat Indonesia tidak hanya timbul dari investasi bodong saja.

"Dalam arti investasi ilegal, tidak berizin, dan lain-lain, tetapi bahkan juga dapat terjadi pada bentuk investasi yang secara entity (entitas) mereka adalah legal," ucapnya.

Baca Juga: Jepang Pinjamkan 50 Miliar Yen Kepada Indonesia, Untuk Apa? Simak Penjelasan Lengkapnya

Ia juga menyatakan pernyataan mengejutkan, bahwa dalam kasus tersebut juga karena kualitas pengelolaan pemerintahan yang buruk, ditambah lagi pengelolanya yang melakukan penyimpangan moral.

"Namun karena buruknya kualitas governance (Tata pemerintahan) dan juga ada moral hazard (penyimpangan moral) dari pengelolanya, maka timbul kerugian dari para investor," ujar Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK itu.

Menurut Luthfy, dengan adanya ruang-ruang kosong dalam regulasi investasi dan kewenangan antar lembaga, juga sering dimanfaatkan oleh para pelaku investasi bodong.

Baca Juga: Tidak Bisa Login www.depkop.go.id? Ini Solusinya Agar Dapat Daftar Banpres UMKM atau BPUM Rp2,4 Juta

Tentunya, pemanfaatan tersebut dilakukan dengan cerdas dan berani dalam menciptakan produk-produk investasi yang didesain sedemikian rupa, sehingga memiliki karakter no where (tidak diketahui dimana) dalam peta hukum positif investasi Indonesia.

"Segera kita menyadari bahwa yang kita hadapi bukan hanya sosok-sosok yang jahat, tapi sekaligus sosok yang paham regulasi dan paham bagaimana memanfaatkan celah regulasi tersebut," katanya.

Seiring korban yang terus berjatuhan hingga saat ini, produk investasi yang 'Aneh' terus bermunculan dan sangat memprihatinkan.

Baca Juga: Panduan Resmi Link eform.bri.co.id/bpum, Begini Caranya Untuk Cek Penerima BPUM Rp 2,4 Juta

Sebab itulah, selain memerangi investasi bodong, perlu ada upaya bersama-sama agar tidak hanya modusnya yang berhenti dan pelakunya yang ditangkap lalu dipenjarakan, akan tetapi juga bagaimana kerugian para korban dapat dilakukan pemulihan.

"Pendekatan restorative justice, rasanya perlu kita kaji lebih dalam dan kita terapkan dalam penanganan investasi bodong ini," ujarnya.

Hal itu akan terasa percuma jika pelaku, produk investasinya berhenti, namun tidak ada pemulihan kerugian kepada para korbannya.

Baca Juga: Tips Cair 2,4 Juta dari Bantuan BPUM, Segera Login www.depkop.go.id Untuk Daftar Online Gelombang 2

"Karena akan menjadi kurang bermakna, jika pelaku kejahatannya dihukum, produknya berhenti, hukuman penjara seberat-beratnya, tapi tidak terjadi pemulihan kerugian para korban. Rasanya kurang sempurna upaya penegakan hukum kita itu," imbuh Luthfy.

Luthfy lalu mencontohkan kasus First Travel, dimana modus investasi bodong akhirnya berhenti dan pelakunya dipenjara.

Tetapi, kasus tersebut tidak terjadi pemulihan kerugian dari para jamaah ataupun nasabahnya yang menjadi korban.

Baca Juga: 8 Hobi yang Mendatangkan Uang di Era Pandemi, Dari Tanaman Hias hingga Ternak Cupang, Yuk Simak!

"Ini ke depan hal-hal seperti ini tentu lah mengusik nurani kita, bagaimana ke depan kita bisa memperbaiki hal tersebut. Sehingga penegakan hukum tidak hanya berdampak ke pelaku pelanggaran, tapi harus juga berdampak positif pada korban pelanggaran tersebut," katanya.***

Editor: Mualifu Rosyidin Al Farisi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x