Dampak OTT Global Dikhawatirkan Dapat Berefek Buruk bagi Indonesia

13 Agustus 2020, 08:47 WIB
Dampak OTT memiliki efek negatif bagi Indonesia /PhotoMIX-Company

Lingkar Kediri - Ekosistem digital yang terjadi di Indonesia pada dasarnya berakibat dari semakin cepatnya proses perkembangan bisnis model over the top (OTT) global yang beroperasi di Indonesia, seperti Google, Facebook, dll.

Namun, institusi yang saat ini berwenang dalam membuat suatu instrumen hukum dalam bentuk regulasi dan produk institusi bagi industri digital di tanah air masih belum efisien.

Seperti halnya yang diungkapkan Ketua Umum Serikat Karyawan (Sekar) Telkom, Edward Simanjuntak pada diskusi bertajuk Kedaulatan Jaringan Nasional dalam Mendukung Ketahanan Ekonomi yang Kokoh dan Berkelanjutan, di Bandung, Rabu 12 Agustus 2020.

Baca Juga: Bulan Agustus Ini Pemerintah akan Berikan Bantuan Dana untuk Pelaku UMKM, Perhatikan Syaratnya!

"Indonesia harus mampu memitigasi dampak negatif dan memaksimalkan manfaat OTT global untuk perekonomian nasional," tuturnya.

Mengutip PIkiran-Rakyat.com dalam artikel "Ancam Kedaulatan Indonesia, Pemerintah Didesak Segera Mitigasi Dampak Negatif OTT Global".

Keterbukaan dan perekonomian dengan sistem pasar bebas serta berbagai
langkah deregulasi yang ditempuh pemerintah harus memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan perekonomian nasional.

Apalagi, besarnya potensi pasar Indonesia sudah menjadi daya tarik yang besar bagi pemodal, tak terkecuali pemain OTT global.

Baca Juga: Jawab Kegelisahan Guru, PGRI dan Smart Training Kembangkan BDR Berbasis Kearifan Lokal Saat Pandemi

"Gal yang juga harus diingat bahwa terbukanya ekonomi Indonesia dan masuknya pemain OTT global melalui akses keterhubungan digital juga menjadikan pasar Indonesia menjadi sasaran empuk bagi pemain OTT global untuk melebarkan sayap dan bisnisnya di tanah air," ujarnya.

Implikasi dari perkembangan tersebut, menurut Edward, sudah tentu membawa pada terciptanya peluang dan sekaligus risiko apabila rezim ketiadaan pengaturan saat ini terus berlanjut.

Selain pasar yang besar, peluang bagi para pemain OTT global adalah terciptanya rangkaian supply chain yang luas terhadap produk digital, potensi value creation, dan eksistensi dari para pemain OTT global tersebut.

"Dilain pihak, risiko yang dihadapi oleh suatu negara tidak terbatas pada munculnya potensi fraud dan kegiatan abuse melalui konten digital," kata Edward.

Lebih dari itu, menurut dia, kondisi ini berpitensi menimbulkan kanibalisasi terhadap produk eksisting (disruptive layanan/jasa). Selain itu juga penyebaran konten-konten yang tidak bertanggung jawab, seperti hoax, pornografi, SARA, penipuan, kriminal, dlsb.

Baca Juga: Ada Penembakan di Luar Gedung Putih, Donald Trump Langsung Dikawal Agen Rahasia

"Belum lagi dengan potensi benturan dan ketimpangan dengan peraturan atau regulasi lainnya, seperti, permasalahan lisensi, HKI, dan persaingan usaha. Begitu juga dengan potensi kehilangan pertumbuhan ekonomi digital dari berkurangnya pajak, PNBP dari lisensi, dll," tuturnya.

Edward menuturkan bahwa perkembangan layanan digital yang meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir telah membuat para pemain OTT global merubah fokus dan arah usahanya.

Sejak beberapa tahun terakhir, para pemain OTT global semakin gencar mengembangkan lini usahanya ke arah layanan infrastruktur dan jaringan.

"Para pemain OTT Global gencar membangun data center dan menggelar jaringan backbone dengan cakupan skala global/internasional," tuturnya.

Salah satu wilayah yang menjadi fokus penggelaran infrastruktur para pemain OTT global adalah Asia Tenggara.

Saat ini Google telah menggelar SKKL Indigo Cable System yang menghubungkan Singapura dan Australia, dimana Jakarta menjadi salah satu cabang rute cable system tersebut.

Seperti diketahui, disamping penggelaran SKKL yang melewati wilayah NKRI, pemain OTT global juga berupaya untuk menggelar jaringan langsung menuju area-area potensial.

Pada Maret 2020 Facebook telah bermitra dengan salah satu perusahaan swasta pemegang lisensi jaringan tertutup (jartup) untuk menggelar infrastruktur fiber optik yang ditargetkan akan menjangkau 56 kota dan 8 provinsi di Indonesia pada 2021.

"Rencana penggelaran jaringan ini menunjukkan bahwa para pemain OTT global telah menyadari nilai potensi pasar Indonesia yang tinggi, sehingga mereka bersedia mengeluarkan investasi yang sedemikian besar untuk menggelar infrastruktur untuk menjangkau wilayah Indonesia," ujar Edward.

Di satu sisi, menurut dia, rencana para pemain OTT global untuk menggelar infrastruktur memasuki wilayah Indonesia membawa angin segar karena akan mendatangkan investasi dalam jumlah besar. Ini menandakan potensi ekonomi Indonesia yang bernilai tinggi bagi
mereka.

Namun disisi lain, ia menilai, pemerintah tidak bisa serta merta menerima rencana pemain OTT global ini dengan tangan terbuka. Pemerintah, menurut dia, harus melakukan upaya mitigasi yang matang terhadap setiap dampak yang akan terjadi apabila rencana tersebut terimplementasi.

"Saat ini para operator telekomunikasi semakin terjepit dengan tekanan para pemain OTT global yang terus membanjiri pasar dengan beragam konten dan aplikasi yang notabene berdiri di atas infrastruktur yang dibangun operator lokal," katanya.

Jika diizinkan membangun jaringan sendiri, menurut Edward, para pemain OTT global dapat melepaskan ketergantungan dari operator telekomunikasi dan lebih leluasa dalam memberikan layanan bagi pelanggan.

Bahkan bukan tidak mungkin, pemain OTT global dapat memberikan layanan dengan harga yang jauh di bawah harga pasar.

Baca Juga: Hati-Hati, Pengguna Chip Dragon pada Android Berpotensi Diretas!

"Kondisi ini dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat antara operator telelekomunikasi lokal dengan pemain OTT global dan berisiko mematikan industri telekomunikasi dalam negeri," tuturnya.

Aspek utama yang harus dicermati dalam merespon rencana para pemain OTT  Global tersebut, menurut dia, adalah kedaulatan negara.

Saat ini perlindungan terhadap data dan informasi adalah sebuah keniscayaan yang harus selalu dijaga sebagai salah satu pillar
keamanan negara.

"Dengan penggelaran jaringan secara langsung yang dilakukan pemain OTT global, mereka akan mendapatkan kuasa penuh terhadap data dan informasi yang didapat dari pelanggan-pelanggan yang berlokasi di Indonesia," tutur Edward.

Kondisi ini, menurut dia, rawan menimbulkan potensi penyalahgunaan data maupun informasi yang sensitif dan berpotensi mengganggu stabilitas negara.

Kondisi tersebut pada akhirnya akan bermuara pada suatu keniscayaan terhadap pentingnya membangun suatu model pengaturan (regulasi) bagi keberadaan pemain OTT global di Indonesia.

Baca Juga: Twitter Uji Coba Terapkan Filter Baru untuk Melacak Quote Retweet antara Tautan Fakta atau Fiksi

Dengan demikian, menurut dia, perkembangan OTT global akan memberikan implikasi positif bagi pembangunan negara melalui pengaturan yang kondusif bagi seluruh stakeholder.

Regulasi juga akan memberikan keberpihkan pada pembangunan ketahanan ekonomi secara nasional dan  landasan bagi dilakukannya proses antisipasi terhadap potensi risiko yang ada.***

Editor: Haniv Avivu

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler