Dituding Cyber Bullying, Najwa Shihab Dilaporkan ke Polda Metro Jaya

- 6 Oktober 2020, 21:15 WIB
Tangkapan Layar Mata Najwa menanti Terawan
Tangkapan Layar Mata Najwa menanti Terawan /Narasi/Youtube

Lingkar Kediri-Presenter ternama, Najwa Shihab ramai diperbincangkan setelah dirinya dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Pelaporan tersebut dilakukan oleh relawan jokowi pada hari ini, Selasa 6 Oktober 2020 atas tuduhan cyber bullying terhadap pemerintah.

Silvia selaku pihak melapor menuding tindakan tersebut cyber bullying karena narasumber tidak hadir kemudian diwawancarai dan dijadikan parodi.

Baca Juga: RUU Omnibus Law, Mighty Earth: Parlemen Indonesia Membuat Pilihan Salah

"Parodi itu suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara, khususnya menteri," kata Silvia  di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.

Silvia menambahkan, pihaknya tergerak untuk melaporkan Nana, sapaan akrab Najwa Shihab, karena Menteri Terawan adalah representasi Presiden Joko Widodo.

"Menteri Terawan adalah pejabat negara. Hal yang membuat saya sebagai Ketum Relawan Jokowi Bersatu marah adalah menteri ini adalah representasi Jokowi, dan Presiden Jokowi adalah kami relawannya. Jadi apa pun yang terjadi dengan Presiden dan pembantunya, ya kami harus bersuara," jelasnya.

Baca Juga: Omnibus Law Disahkan, 35 Investor Khawatir Berisiko Melanggar Standar Praktik Internasional

Namun, laporan dari kelompok Relawan Jokowi Bersatu itu ditolak oleh penyidik Polda Metro Jaya, dan disarankan untuk dibawa ke Dewan Pers.

Menanggapi hal tersebut, Najwa Shihab mengaku baru mengetahui pelaporan tersebut dari rekan-rekannya di media.

"Saya baru mengetahui soal pelaporan ini dari teman-teman media. Saya belum tahu persis apa dasar pelaporan termasuk pasal yang dituduhkan," tulis Najwa pada Selasa malam di akun Instagram pribadinya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Saya baru mengetahui soal pelaporan ini dari teman-teman media. Saya belum tahu persis apa dasar pelaporan termasuk pasal yang dituduhkan. Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers. Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang mempunyai kewenangan untuk itu. Tayangan kursi kosong diniatkan mengundang pejabat publik menjelaskan kebijakan-kebijakannya terkait penanganan pandemi. Penjelasan itu tidak harus di Mata Najwa, bisa di mana pun. Namun, kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di Mata Najwa saja. Dan dari waktu ke waktu, makin banyak pihak yang bertanya ihwal kehadiran dan proporsi Manteri Kesehatan dalam soal penanganan pandemi. Faktor-faktor itulah yang mendorong saya membuat tayangan yang muncul di kanal Youtube dan media sosial Narasi. Media massa perlu menyediakan ruang untuk mendiskusikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan publik. Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan juga berasal dari publik, baik para ahli/lembaga yang sejak awal concern dengan penanganan pandemi maupun warga biasa. Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers yaitu “mengembangkan pendapat umum” dan “melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum”. Sependek ingatan saya, treatment “kursi kosong” ini belum pernah dilakukan di Indonesia, tapi lazim di negara yang punya sejarah kemerdekaan pers cukup panjang. Di Amerika sudah dilakukan bahkan sejak tahun 2012, di antaranya oleh Piers Morgan di CNN dan Lawrence O’Donnell di MSNBC’s dalam program Last Word. Pada 2019 lalu di Inggris, Andrew Neil, wartawan BBC, juga menghadirkan kursi kosong yang sedianya diisi Boris Johnson, calon Perdana Menteri Inggris, yang kerap menolak undangan BBC. Hal serupa juga dilakukan Kay Burley di Sky News ketika Ketua Partai Konservatif James Cleverly tidak hadir dalam acara yang dipandunya. #CatatanNajwa

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on

 

Baca Juga: Gempa Bumi Berpotensi Tsunami Melonjak, BMKG Ajak Masyarakat Waspada dan Bersiap siap Hadapinya

Perihal ini, Najwa Shihab mengaku siap untuk mengikuti proses pemeriksaan di dewan Pers dikarenakakn pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut

“Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers. Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang berwenang untuk itu,” kata Najwa 

Dalam kesempatan yang sama, Najwa Shihab berupaya untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari monolog 'wawancara kursi kosong' yang dilakukannya.

Wanita kelahiran 16 September 1977 itu mengatakan, monolog yang dilakukannya awalnya diniatkan untuk mengundang pejabat publik, khususnya Menkes Terawan, untuk menjelaskan kebijakan-kebijakannya.

Baca Juga: Demo Besar Besaran Tolak Omnnibus Law: Poin Poin Kontroversi Hingga Surat Terbuka Kemnaker

"Penjelasan itu tidak harus di Mata Najwa, bisa di mana pun. Namun, kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di Mata Najwa saja," tulis Najwa.

Selain itu, Najwa beralasan bahwa monolog kursi kosong bukanlah hal spesial di media internasional.***

 

Editor: Zaris Nur Imami


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah