Indonesia Jadi Rebutan AS, China dan Jepang, Pakar: Biden atau Trump di Pemilu AS Sama Pentingnya

- 6 November 2020, 06:00 WIB
Dua kandidat Presiden AS, Donald Trump.(kiri) dan Joe Biden (kanan) menanti hasil tabulasi suara Pilpres
Dua kandidat Presiden AS, Donald Trump.(kiri) dan Joe Biden (kanan) menanti hasil tabulasi suara Pilpres /kartika mahayadnya/bandungraya-pikiran rakyat

LINGKAR KEDIRI - Pakar Ekonomi (Ekonom) terkemuka dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, bahwa siapapun pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) nanti, sama pentingnya untuk tanah air ini.

Pasalnya, Indonesia akan menjadi negara mitra yang dianggap penting. Sehingga, Indonesia perlu memanfaatkan peluang tersebut, baik terpilihnya Joe Biden maupun Donald Trump.

Tak hanya AS, dua negara besar lainnya juga nampak memperebutkan hubungan dengan Indonesia.

Baca Juga: Anggota DPR Bantah Adanya Kontrak Pegawai Seumur Hidup dalam UU Cipta Kerja, Berikut Penjelasannya

Baca Juga: 7 Tips Menurunkan Berat Badan dengan Cepat, Lakukan Sungguh-sungguh dan Lihat Hasilnya!

Hal tersebut usai pejabat negara RI hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang pada 17 Oktober serta kunjungan persahabatan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo ke Indonesia yang membuat Pejabat China sempat kebakaran jenggot.

"Indonesia, setelah pandemi akan jadi penting bagi siapapun yang terpilih," kata Fithra, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 5 November 2020, dikutip dari laman Antara.

Dipandang dalam hal bisnis, AS ingin menjauh dari pengaruh China karena mereka belajar betapa tingginya ketergantungan terhadap Jepang selama pandemi Covid-19, sehingga ada dampak relokasi industri.

Baca Juga: Kenyang Tak Harus Makan Nasi! Mentan Ajak Konsumsi Jagung Hingga Singkong, Simak Selengkapnya

"Pada akhirnya mereka mencari alternatif negara asal impor dan juga tempat produksi baru di ASEAN, salah satunya adalah Indonesia," ucap Fithra.

Pakar Ekonomi dari UI tersebut menilai, baik Joe Biden maupun Donald Trump, memiliki pandangan yang sama terkait Negara China. Perspektif tersebut lantaran memiliki pendekatan kebijakan perdagangan dan ekonomi yang berbeda.

Pendekatan Biden dari Partai Demokrat lebih regional dan asertif, sementara Trump lebih bilateral dan agresif.

Baca Juga: 10 Pesan Pahlawan Kemerdekaan Bung Karno Hingga Bung Tomo, Ingatkan Hari Pahlawan 10 November

Fithra mencontohkan, salah satu kebijakan Partai Demokrat yang mengusung Joe Biden saat ini, dengan menggulirkan Kemitraan Trans Pasifik (TPP).

Hal itu telah dilakukan dan menjadi bagian usaha dari mantan presiden AS, Barrack Obama untuk mengurangi pengaruh China di Asia.

Namun, hal itu berbeda dengan Trump yang diusung Partai Republik, ia lebih condong untuk melakukan langkah agresif secara bilateral.

Baca Juga: 3 Cara Menurunkan Berat Badan dengan Cepat! Pastinya Aman Untuk Kesehatan, Simak ini

Dalam konteks kedua kandidat Presiden AS tersebut, Indonesia menjadi penting lantaran posisi geo-ekonominya yang jadi rebutan banyak kubu.

"Karena jadi alternatif, otomatis posisi geo-ekonominya diperebutkan tidak hanya oleh AS. Kita lihat bagaimana PM Jepang Yoshihide Suga yang ketika terpilih langsung ke sini," ujarnya.

Fithra menambahkan, "Pejabat China juga tampak terganggu dengan kedatangan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia. Ini bukti Indonesia diperebutkan oleh tiga negara besar ini," paparnya.

Baca Juga: Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Dari Tewasnya Mallaby Hingga Bung Tomo dengan Perang 3 Minggunya

Oleh sebab itulah, siapapun pemenang dalam Pemilu AS nanti, dampaknya akan netral bagi Indonesia. Kendati begitu, cara dan strateginya saja yang berbeda.

"Cuma strateginya saja yang berbeda, bagaimana kita memanfaatkan peluang," kata Fithra.

Sebelumnya, Presiden Jokowi, sejumlah pejabat negara, hingga Anggota Komisi I DPR RI bidang luar negeri, Willy Aditya menyambut baik kunjungan persahabatan Menlu AS Pompeo pada Kamis, 29 Oktober 2020, seperti dilansir dari laman Antara.

Baca Juga: Alasan Dibalik Terciptanya UU Cipta Kerja di Tengah Pandemi Covid-19 Indonesia

Kunjungan tersebut dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia menyampaikan pesan diplomasi bebas aktif.

"Ini kunjungan biasa. Kita juga selama ini punya Lembaga Persahabatan Indonesia-Amerika. Akan tetapi kunjungan ini dapat kita manfaatkan menyampaikan pesan diplomasi seperti Palestina, ketegangan di Laut China Selatan, dan lain-lain," papar Willy Aditya.

Dia menegaskan, sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kebijakan luar negeri bebas dan aktif yang tidak dapat dipengaruhi negara tertentu.

Baca Juga: Permintaan Terakhir Ki Seno, Alunan Gending Jawa Ladran Gajah Seno Iringi Proses Pemakamannya

Menurut Willy, hubungan baik Indonesia dengan negara-negara sahabat seperti Amerika Serikat, China, dan negara lainnya tidak dapat diseret untuk kepentingan pihak tertentu.

"Kita punya misi politik luar negeri dan diplomasi tersendiri yang harus kita perjuangkan," kata Willy.

Wakil Ketua Fraksi Nasdem itu menegaskan persaingan perebutan pengaruh di Laut China Selatan antara China dan Amerika Serikat yang membawa sekutunya sangat mengkhawatirkan.

Baca Juga: Indonesia Calonkan Diri Sebagai Tuan Rumah Olimpiade 2032, Tanah Air Siap Bersaing!

Willy menegaskan, Pemerintah Indonesia tentu tidak mau menari di tabuhan genderang negara lain.

Pasalnya, Indonesia punya kepentingan yang sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam sidang PBB beberapa waktu silam.***

Editor: Mualifu Rosyidin Al Farisi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah